Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Mbah Maridjan, Sang Juru Kunci Gunung Merapi

Kompas.com, 10 Maret 2022, 12:57 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Gunung Merapi yang berada di perbatasan empat kabupaten di Yogyakarta dan Jawa Tengah tak bisa dilepaskan dari kisa Mbah Maridjan.

Sang juru kunci Gunung Merapi yang berusia 83 tahun itu masuk dalam daftar 32 korban meningggal saat erupsi Merapi pada 26 Oktober 2010.

Tak hanya menewaskan 32 nyawan, kala itu 291 rumah rusak dan satu tanggul di Desa Ngepos jebol akibat luapan lahar dingin.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Erupsi Merapi dan Kematian Mbah Maridjan

Menggantikan sang ayah menjadi juru kunci Merapi

Mbah Maridjan lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman pada tahun 1927.

Ia diangkat menjadi juru kunci Gunung Merapi pada tahun 1982 menggantikan sang ayah yang meninggal dunia.

Sebelumnya Maridjan muda diberi tanggung jawab sebaga wakil juru kunci dengan pangkat Mantri Juru Kunci.

Baca juga: Sempat Luncurkan Awan Panas Guguran, Aktivitas Gunung Merapi Kembali Melandai

Ia mendampingi ayah menjabat sebagai juru kunci Merapi.

Mbah Maridjan diangkat menjadi diangkat menjadi Abdi Dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta oleh Sultan Hamengku Buwono XI dengan nama baru Mas Penewu Suraksohargo.

Dalam tulisannya yang berjudul Manusia Sejati dalam Falsafah Mbah Maridjan dan Abdul Karim Al Jill, M Baharudin dari Fakultas Islahudin IAIN Raden Intan menjelaskan jika sejak lahir hingga wafat, Mbah Maridjan hanya bermukim di satu tempat yakni di Gunung Merapi.

Secara emosional, ia merasa memiliki kedekatan dengan Gunung Merapi dan secara kultural, Mbah Maridjan menjalankan tirakat dan percaya bahwa Gunung Merapi dikuasai yang ia sebut Bahureksa.

Sebagai juru kunci Gunung Merapi, ia melihat fenomena alam dengan menggunakan kacamata naluriah yang merujuk pada kebiasaan niteni (mengamati).

Baca juga: Gunung Merapi dan Legenda Dua Empu Pembuat Keris Sakti

Uba Rampe Labuhan Merapi saat dibawa dari Kantor Kecamatan Cangkringan menuju ke Kinahrejo. Uba Rampe ini disemayamkan satu malam di Kinahrejo, kemudian pada Senin 15 Maret 2021 pagi dibawa naik ke Sri Manganti.KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Uba Rampe Labuhan Merapi saat dibawa dari Kantor Kecamatan Cangkringan menuju ke Kinahrejo. Uba Rampe ini disemayamkan satu malam di Kinahrejo, kemudian pada Senin 15 Maret 2021 pagi dibawa naik ke Sri Manganti.
Sehari-hari Mbah Maridjan adalah pria yang mencari nafkah hidup dengan mengolah ladang di lereng Merapi. Ia adalah sosok yang sederhana, rendah hati, bersahaja, dan jauh dari kesan seorang tokoh. Jauh sebelum bulan April tahun

Abdul Karim menuliskan pernyataan Mbah Maridjan yang ia temui pada 7 November 2008.

“Saya menjadi juru kunci Gunung Merapi karena melanjutkan tugas orang tua saya yang dahulu sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta Nama Ayah saya yang diberikan Ngarsa Dalem di serat kekancingan tersebut adalah Suraksohargo," kata Mbak Maridjan.

Kala itu nominal gaji sebagai Abdi Dalem juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan mendapat gaji sebesar Rp 3.710 per bulan. Sejak pangkatnya naik menjadi penewu, gajinya meningkat menjadi Rp 5.600 per bulan.

Baca juga: Sejarah Letusan Gunung Merapi

Ia mengatakan, “Kalau orang hanya melihat mereka yang berpendapatan besar, pasti dia akan selalu diliputi perasaan serba tidak puas. Sebaliknya, kalau orang mau melihat mereka yang kecil-kecil, berapapun besarnya gaji akan membuat kehidupan terasa nikmat. Saya lihat banyak kok orang yang berpenghasilan kecil. Jadi jangan melihat ke atas, lihatlah ke bawah.”

Mbah Maridjan juga mengkritik keras para penambang pasir yang menggunakan mesin. Menurutnya, kelestarian alam harus dijaga dan tidak boleh diekspolitasi untuk memenuhi nafsu manusia.

Sing sapa seneng ngerusak ketentremane alam dan lan liyan bakal dibendu deneng pangeran lan dielehake dening tumindake dhewe (Barangsiapa yang gemar merusak ketentraman alam dan hidup orang lain, niscaya akan mendapat murka Allah, dan akan digugat karena ulahnya sendiri)," kata Mbah Maridjan ditulis oleh Abdul Karim.

Baca juga: Pasca-awan Panas Merapi, Aktivitas Pertambangan dan Destinasi Bunker Kaliadem Ditutup Sementara

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau