KOMPAS.com - Masyarakat Jawa mengenal berbagai macam adat istiadat yang masih dilestarikan dan dijalankan hingga saat ini.
Salah satu adat Jawa yang masih bertahan adalah upacara siraman yang biasa dilakukan sebagai bagian dari upacara pernikahan.
Upacara siraman dilaksanakan sebelum prosesi pernikahan atau ijab kabul dilaksanakan. Biasanya siraman dilakukan antara jam 10.00 atau 15.00 WIB.
Dalam upacara siraman, kedua mempelai akan disiram atau diguyur air yang dicampur dengan beraneka ragam bunga.
Baca juga: Mengenal Makna Upacara Siraman pada Pernikahan Aurel Hermansyah
Secara umum, siraman ini bermaksud untuk membersihkan fisik dan mental kedua mempelai sebelum resmi menjadi pasangan suami istri dan membina rumah tangga.
Siraman berasal dari bahasa Jawa, yaitu kata siram yang artinya mandi. Ada pula yang memaknainya dengan mengguyur.
Secara istilah, siraman merupakan proses memandikan atau mengguyur calon pengantin sebelum prosesi ijab kabul dilaksanakan.
Bagi masyarakat Jawa, siraman tidak hanya membersihkan raga saja. Lebih dari itu, siraman juga untuk membersihakn jiwa kedua calon pengantin.
Membersihkan jiwa dan raga ini penting, sehingga kedua calon pengantin dalam keadaan bersih dan segar saat memulai kehidupan baru sebagai suami istri.
Baca juga: Prosesi Siraman Ria Ricis, Momen Bahagia dan Penuh Haru
Siraman dilakukan sebelum akad nikah atau ijab kabul dilaksanakan.
Masyarakat Jawa memiliki ketentuan tersendiri, yaitu melaksanakan siraman antara jam 10.00 atau 15.00.
Penentuan jam tersebut bukan sembarangan. Jam 10.00 dan jam 15.00 dipercaya merupakan waktu saat bidadari turun ke sungai untuk mandi.
Dengan melakukan siraman pada jam-jam yang bersamaan dengan mandinya bidadari itu, pengantin wanita diharapkan bisa menjadi cantik seperti bidadari.
Selain tujuan dari penentuan waktu tersebut, siraman juga memiliki tujuan luhur dari pelaksanaannya.
Adapun tujuan siraman sendiri adalah memohon berkah dan rahmat Tuhan agar kedua mempelai dibersihakan dari segaka keburukan.