Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Klitih, Sosiolog UGM: Pemda Punya Tanggung Jawab Melindungi Warganya

Kompas.com, 4 Januari 2022, 15:43 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

Arie mengatakan untuk melakukan pencegahan klitih tidak bisa hanya dilakukan dengan patroli saat malam hari. Karena, anak-anak memiliki energi yang besar sehingga dibutuhkan sebuah program untuk menampung energi para anak-anak.

Menurut dia selama ini energi yang ada hanya disalurkan kepada hal-hal yang membuat frustasi misalnya persaingan geng atau kelompok yang selama ini hanya dianggap sebelah mata oleh pemerintah.

"Anak-anak ini energi-energinya besar ya, tapi kalau energi itu hanya dituangkan lewat hal-hal yang membuat dia frustrasi misalnya persaingan geng, kelompok itu kan tidak pernah dianggap masalah ya dan dianggap ya sama-sama tahu lah gitu tok. Tapi kalau terjadi bentrok atau konflik baru menyadari masalah," katanya.

Ia menjelaskan anak-anak yang energinya berlebihan ini membutuhkan identitas apalahi dengan kondisi pandemi Covid-19 membutuhkan pengakuan.

Jika anak-anak diprovokasi dengan iseng mereka melakukan tindak kejahatan, dan mereka tidak mengetahui untuk apa itu dilakukan.

"Tiba-tiba nangis setelah dibawa ke kepolisian dan dia tidak sadar bahwa dampak dari tindakan itu merugikan orang lain. Luka-luka bahkan yang meninggal. Dia tidak ada preferensi untuk membincangkan itu," urainya.

Baca juga: Soal Klitih dan Foto Viral Baliho Liburan Aman ke Solo Aja, Ini Kata Gibran dan Sri Sultan HB X

Sehingga sambung Arie, problem klitih harus dilihat dengan spektrum yang luas, tidak hanya tanggung jawab kepolisian tetapi juga perguruan tinggi yang dibutuhkan kontribusinya dengan cara apapun.

"Pemda ini Pemerintah Daerah yang punya tanggung jawab melindungi warganya maka dia harus mencari jalan strategi. Apa lagi ini Jogja punya predikat sebagai istimewa itu mestinya terjemahkan, diterjemahkan pada suasana kondusif," jelas dia.

Dia memiliki pandangan ke depan jika kreativitas anak-anak berkembang dengan baik, maka yang menangani klitih ini juga dari anak-anak itu sendiri.

Bukan dengan cara kekerasan, tetapi anak yang mengalami disorientasi diajak bergabung, diedukasi, sehingga anak-anak yang memiliki sifat destruktif dapat menyalurkan energinya ke hal-hal positif.

"Kadang-kadang kan orang itu enggak berani negur, karena sudah ada batas antara yang distigma nakal dan yang tidak. Sing ndem-ndeman (mabuk) atau tidak, Jangan-jangan yang ndem-ndeman itu pelarian," jelas Arie.

Baca juga: Gibran soal Baliho Liburan Aman ke Solo Aja: Bukan karena Klitih Terus Aku Masang

Terkait Pemda DIY enggan menyebut kejahatan jalanan dengan klitih, ia mengatakan bahwa istilah atau sebutan kejahatan jalanan bukanlah jadi masalah.

"Menurut saya enggak penting istilah itu, bahwa ada masalah sebutannya bocah nongkrong, bocah nakal, klitih, kejahatan jalanan itu nggak penting, yang penting itu mendiagnosis problemnya lalu intervensi policy-nya sama pendekatan yang dinamis," jelasnya.

Ia membaca fenomena ini diakibatkan karena hilangnya ruang-ruang untuk saling berdialog, hilangnya kebersamaan, lalu anak yang melakukan kenakalan gampang dihukum serta distigma oleh masyarakat, kampung, bahkan sekolahnya.

"Jadi kalau saya membaca ya ini memang disorientasi akibat dari hilangnya ruang-ruang untuk berdialog terus hilangnya untuk mengalirkan energi itu, terus hilangnya kebersamaan, orang dalam melakukan kenakalan remaja gampang dihukum, distigma oleh kampungnya oleh komunitasnya, sekolahnya," tutup dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau