Salin Artikel

Soal Klitih, Sosiolog UGM: Pemda Punya Tanggung Jawab Melindungi Warganya

Terkait hal ini Sosiolog UGM Arie Sujito menilai klitih atau kejahatan jalanan ditangani tidak hanya saat marak terjadi. Mengingat fenomena ini timbul tenggelam di tengah masyarakat DI Yogyakarta.

Sebagai contoh lanjut dia, klitih jangan hanya ditangani saat peristiwa klitih sudah dianggap darurat.

"Penanganan klitih bukan hanya saat darurat semata tapi harus dilihat dari spektrum lebih luas," ujar Arie saat dihubungi wartawan Selasa, (4/1/2022).

Arie menjelaskan seperti pihak kepolisian yang telah mencoba menangani kasus klitih melalui tindakan hukum. Tetapi, fakta di lapangan penanganan hukum untuk menangani klitih belum efektif.

"Artinya, gak bisa diselesaikan secara hukum semata," kata dia.

Menurut dia selain menangani dengan cara hukum, juga dibutuhkan koreksi-koreksi di bidang pendidikan. Ia menduga anak-anak pelaku tindakan kejahatan jalanan mengalami disorientasi.

"Apakah (sektor pendidikan) bisa mencreate sesuatu yang bisa membuat anak-anak tertarik dengan dunia pendidikan tidak lagi jadi beban, bisa jadi klitih ini sebagai ekspresi pelarian karena mereka disorientasi," jelas dia.

Selain itu Arie menambahkan selain itu yang perlu diperhatikan adalah stigma anak nakal di lingkungan. Lantaran, anak-anak yang terlibat dalam kasus klitih tidak mendapatkan rekognisi atau pengakuan.

"Kajian lain, stigma anak-anak nakal ini terus menghantui mereka bukan hanya pelaku klitih tetapi anak-anak tidak memperoleh rekognisi," kata dia.

Lanjut Arie dengan anak-anak tidak mendapatkan rekognisi ini dibutuhkan peran aktif masyarakat atau kampung untuk membantu anak-anak ini eksis serta rekognisi diakui.

Sosiolog UGM ini menambahkan, dari sisi keluarga yang memiliki macam-macam latar belakang bisa menjadi sumber masalah klitih, atau keluarga juga bisa menjadi tempat mengurai masalah yang dihadapi oleh anak-anak pelaku klitih.

"Mungkin dari sisi keluarga barang kali keluarga itu macam-macam, ada yang bilang keluarga jadi sumber masalah tapi bisa saja dibalik keluarga bisa jadi solusi jikalau keluarga menjadi tempat mengurai masalah," jelasnya.

Terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi fenomena klitih ini, Pemerintah DI Yogyakarta memiliki tanggung jawab lebih tidak hanya menyerahkan kasus klitih kepada pihak kepolisian.

"Apa artinya, artinya Pemda harus mengcreate sesuatu. Misalnya Yogyakarta ini yang keistimewaan, bisa nggak pendekatan baru agar keistimewaan ini berkolerasi positif pada menurunnya angka kriminalitas seperti klitih itu," tegas dia.

Arie mengatakan untuk melakukan pencegahan klitih tidak bisa hanya dilakukan dengan patroli saat malam hari. Karena, anak-anak memiliki energi yang besar sehingga dibutuhkan sebuah program untuk menampung energi para anak-anak.

Menurut dia selama ini energi yang ada hanya disalurkan kepada hal-hal yang membuat frustasi misalnya persaingan geng atau kelompok yang selama ini hanya dianggap sebelah mata oleh pemerintah.

"Anak-anak ini energi-energinya besar ya, tapi kalau energi itu hanya dituangkan lewat hal-hal yang membuat dia frustrasi misalnya persaingan geng, kelompok itu kan tidak pernah dianggap masalah ya dan dianggap ya sama-sama tahu lah gitu tok. Tapi kalau terjadi bentrok atau konflik baru menyadari masalah," katanya.

Ia menjelaskan anak-anak yang energinya berlebihan ini membutuhkan identitas apalahi dengan kondisi pandemi Covid-19 membutuhkan pengakuan.

Jika anak-anak diprovokasi dengan iseng mereka melakukan tindak kejahatan, dan mereka tidak mengetahui untuk apa itu dilakukan.

"Tiba-tiba nangis setelah dibawa ke kepolisian dan dia tidak sadar bahwa dampak dari tindakan itu merugikan orang lain. Luka-luka bahkan yang meninggal. Dia tidak ada preferensi untuk membincangkan itu," urainya.

Sehingga sambung Arie, problem klitih harus dilihat dengan spektrum yang luas, tidak hanya tanggung jawab kepolisian tetapi juga perguruan tinggi yang dibutuhkan kontribusinya dengan cara apapun.

"Pemda ini Pemerintah Daerah yang punya tanggung jawab melindungi warganya maka dia harus mencari jalan strategi. Apa lagi ini Jogja punya predikat sebagai istimewa itu mestinya terjemahkan, diterjemahkan pada suasana kondusif," jelas dia.

Dia memiliki pandangan ke depan jika kreativitas anak-anak berkembang dengan baik, maka yang menangani klitih ini juga dari anak-anak itu sendiri.

Bukan dengan cara kekerasan, tetapi anak yang mengalami disorientasi diajak bergabung, diedukasi, sehingga anak-anak yang memiliki sifat destruktif dapat menyalurkan energinya ke hal-hal positif.

"Kadang-kadang kan orang itu enggak berani negur, karena sudah ada batas antara yang distigma nakal dan yang tidak. Sing ndem-ndeman (mabuk) atau tidak, Jangan-jangan yang ndem-ndeman itu pelarian," jelas Arie.

Terkait Pemda DIY enggan menyebut kejahatan jalanan dengan klitih, ia mengatakan bahwa istilah atau sebutan kejahatan jalanan bukanlah jadi masalah.

"Menurut saya enggak penting istilah itu, bahwa ada masalah sebutannya bocah nongkrong, bocah nakal, klitih, kejahatan jalanan itu nggak penting, yang penting itu mendiagnosis problemnya lalu intervensi policy-nya sama pendekatan yang dinamis," jelasnya.

Ia membaca fenomena ini diakibatkan karena hilangnya ruang-ruang untuk saling berdialog, hilangnya kebersamaan, lalu anak yang melakukan kenakalan gampang dihukum serta distigma oleh masyarakat, kampung, bahkan sekolahnya.

"Jadi kalau saya membaca ya ini memang disorientasi akibat dari hilangnya ruang-ruang untuk berdialog terus hilangnya untuk mengalirkan energi itu, terus hilangnya kebersamaan, orang dalam melakukan kenakalan remaja gampang dihukum, distigma oleh kampungnya oleh komunitasnya, sekolahnya," tutup dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/01/04/154320478/soal-klitih-sosiolog-ugm-pemda-punya-tanggung-jawab-melindungi-warganya

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com