Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan Tol Jogja-Solo Terkendala Pembebasan Lahan, Salah Satunya Makam Mbah Celeng

Kompas.com, 30 Juli 2024, 20:07 WIB
Wijaya Kusuma,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan jalan Tol Yogyakarta-Solo paket 2.2 mengalami perlambatan akibat masih ada lahan yang belum dibebaskan.

"Pembangunan Tol Yogya-solo paket 2.2 menyisakan beberapa pekerjaan yang belum bisa dilaksanakan dikarenakan kehabisan lahan yang belum dibebaskan," ujar Humas Proyek Tol Yogyakarta - Solo Paket 2.2 PT Adhi Karya Agung Murhandjanto dalam keterangan tertulis, Senin (30/07/2024).

Baca juga: Pembangunan Tol Jagoratu Dipercepat, Diklaim Bakal Rampung 2025

Agung menyampaikan beberapa pekerjaan yang belum terselesaikan salah satunya box culvert. Dari target 20 buah, tersisa satu box culvert yang belum dapat diselesaikan.

"Menyisakan satu yang belum dikerjakan karena lahan yang belum bebas lokasi tersebut terletak tepat di makam Kyai Kromo ijoyo (makam Mbah Celeng)," tuturnya.

Makam tersebut seluruhnya terdampak pembangunan jalan Tol Yogya - Solo paket 2.2.

Rencananya makam tersebut akan direlokasi ke tempat lain. Namun lokasi relokasi masih menunggu izin dari dinas.

"Masih menunggu izin kesusaian tata ruang dari Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kabupaten Sleman untuk lokasi pengganti makam," tuturnya.

Selain itu, pengerjaan borepile juga belum semuanya dapat dilaksanakan karena masih ada lahan yang belum dibebaskan.

Pekerjaan borepile dari target 536 titik untuk pekerjaan at grade atau non-elevated baru bisa dilaksanakan 424 titik.

"Permasalahannya karena lahan yang akan digunakan masih belum bebas dan ada tiga makam umum yang belum bisa direlokasi yang akan digunakan untuk lokasi pekerjaan borepile," tandasnya.

Menurut Agung permasalahan dari pembebasan lahan yang akan digunakan untuk pembangunan Tol Yogyakarta- Solo paket 2.2 tersebut antara lain untuk tanah hak milik warga karena masih adanya masalah administrasi.

Mulai dari sertifikat tanah digunakan di bank sehingga untuk pembayarannya harus melalui mekanisme konsinyasi di Pengadilan Sleman.

Kemudian ada juga masalah waris yaitu salah satu ahli waris yang belum bisa diketemukan. Ada juga sertifikat tanah yang belum ditemukan oleh pemilik lahan. Sehingga saat akan dilakukan pembayaran gagal dan akan diulangi lagi untuk pembayaran berikutnya.

Agung mengungkapkan untuk tahan Sultan Ground (SG) permasalahnya baik bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah tersebut sampai saat ini belum ada pembayaran ganti ruginya.

"Harus menunggu sampai dilakukan pembayaran untuk “tegakan” (bangunan dan tanaman) yang ada diatas tanah SG tersebut," ucapnya.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau