YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Setelah sumbu filosofi ditetapkan sebagai warisan budaya oleh UNESCO, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bakal melanjutkan rekomendasi-rekomendasi yang diberikan UNESCO.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan ada beberapa rekomendasi yang harus segera dipenuhi lantaran hal tersebut merupakan konsekuensi pasca ditetapkannya sumbu filosofi sebagai warisan budaya oleh UNESCO.
“Misalnya catatan yang sudah pasti disampaikan pada kami, misalnya beteng harus kembali. Misalnya gitu. Kami sudah membangun kembali tapi mungkin 2024 ini kami akan mengosongkan yang ada di dalam,” jelas Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Selasa (19/9/2023).
Baca juga: Mengenal Garis Imajiner dan Sumbu Filosofi Yogyakarta
“Ini salah satu catatan-catatan yang mungkin nanti secara resmi jadi rekomendasi dengan diterimanya sumbu filosofi jadi bagian dari dunia itu,” imbuh Sinuwun.
Disinggung soal kekhawatiran warga yang digusur dengan adanya rekomendasi ini, menurut Sinuwun, membeli tanah tidak semena-mena tetapi justru menyejahterakan masyarakat dan bisa membantu masyarakat untuk membuat rumah berukuran besar, hal itu tidak menjadi masalah.
Ngarsa Ndalem juga mencontohkan hal ini sama saja dengan ganti untung yang diterapkan untuk pembebasan lahan untuk jalan tol.
“Untuk tol juga enggak ada masalah, yang penting bagaimana masyarakat tidak makin miskin setelah dipindah tapi makin sejahtera setelah dipindah itu kan nggak mungkin pada nggak mau. Seperti tol kan juga begitu, kalau memang harganya lebih bagus daripada yang diperkirakan, sama saja,” jelas dia.
Sumbu filosofi telah ditetapkan sebagai warisan budaya oleh UNESCO.
Sumbu filosofi yang membentang dari Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, hingga Tugu Pal Putih ini memiliki makna Hamemayu Hayuning Bawana.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menjelaskan bahwa awalnya Pemerintah DIY kesulitan untuk menerjemahkan Hamemayu Hayuning Bawana ke bahasa asing. Karena, takut terjadi kesalahan jika diartikan dalam bahasa asing.
“Kita nggak tahu persis, takut keliru. Jadi itu hanya (diartikan) keindahan, kesejahteraan kan kira kira begitu. Untuk menjaga lingkungan kan gitu. Kita nggak berani menerjemahkan untuk tidak salah,” ujar Sultan saat ditemui di Kantor Gubernur DIY, Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Selasa (19/9/2023).
Namun, setelah mengikuti proses dengan UNESCO barulah UNESCO mendefinisikan Hamemayu Hayuning Bawana sebagai sustainable development.
Sustainable development baru menjadi tujuan UNESCO pada tahun 1990, sedangkan sustainable development sudah diterapkan oleh Keraton Yogyakarta sejak tahun 1755.
“Kita baru mau memahamkan bahwa menjaga kelangsungan dunia ini lingkungan dengan segala isinya itu sustainable development ini kan baru PBB sendiri untuk goalnya baru tahun 1990 an. Ternyata Jogja kan sudah hamemayu diciptakan tahun 1755 makannya di situ tidak hanya untuk Yogyakarta indonesia tapi juga untuk dunia,” jelas Sultan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.