Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Garis Imajiner dan Sumbu Filosofi Yogyakarta

Kompas.com - 19/09/2023, 18:47 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Sumbu Filosofi Yogyakarta akhirnya resmi diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.

Dalam rilis di laman resminya, UNESCO menyebut Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai The Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks.

Penetapan ini berlangsung dalam Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committee (WHC) yang dihelat adi Riyadh, Arab Saudi pada Senin (18/9/2023).

Baca juga: Sumbu Filosofi Yogyakarta Ditetapkan Warisan Budaya UNESCO, Sultan: Mengandung Filosofi Hamemayu Hayuning Bawana

Dengan begitu, Sumbu Filosofi Yogyakarta menjadi sebagai Warisan Budaya Dunia asal Indonesia yang diakui UNESCO, setelah Candi Borobudur (1991), Candi Prambanan (1991), Situs Sangiran (1996), Subak Bali (2012), dan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (2019).

Keberadaan Sumbu Filosofi Yogyakarta tidak lepas dari adanya garis imajiner yang membujur dari arah selatan ke utara dengan Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya.

Baca juga: Hubungan 3 Bangunan di Sumbu Filosofi Yogyakarta, Apa Maknanya?

Apa Itu Garis Imajiner di Yogyakarta?

Garis Imajiner di Yogyakarta adalah garis khayal yang membujur dari arah selatan ke utara, yang ditarik dari Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi sebagai poros.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, tidak seperti anggapan masyarakat Keraton Yogyakarta pada umumnya, posisi Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi ternyata tidak persis berada dalam satu garis lurus.

Oleh karena itu, poros yang dibentuk dari ketiga tempat tersebut kemudian disebut sebagai garis imajiner.

Adapun sumbu yang membentang dari utara ke selatan dalam satu garis lurus adalah jalan yang menghubungkan Tugu Golong Gilig, Keraton, dan Panggung Krapyak, yang kini disebut sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta.

Baca juga: Mengenal Sumbu Filosofi Yogyakarta, Konsep Tata Ruang Peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I

Makna Garis Imajiner di Yogyakarta

Tak hanya sebatas menjadi garis imajiner di Yogyakarta, namun konsep garis imajiner ini juga memiliki sisi spiritual berdasarkan konsepsi Jawa.

Seperti diketahui, Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan konsepsi Jawa dengan mengacu pada bentang alam yang ada, seperti gunung, laut, sungai, serta daratan.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, konsep garis imajiner dalam tata ruang Kota Yogyakarta ini oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I atau juga dikenal sebagai Pangeran Mangkubumi ini sudah diterapkan saat membangun Kota Yogyakarta.

Sri Sultan Hamengku Buwono I saat itu mulai membangun Keraton Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 1755 dan mulai digunakan pada 7 Oktober 1756.

Ilustrasi Sumbu Filosofi Yogyakarta resmi diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.Dok. jogjaprov.go.id Ilustrasi Sumbu Filosofi Yogyakarta resmi diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.

Prinsip utama yang dijadikan dasar pembangunan keraton oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I adalah konsepsi Hamemayu Hayuning Bawono.

Hamemayu Hayuning Bawono artinya membuat bawono (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengenal Apa Itu Indonesia Heritage Agency yang Akan Dilucurkan Nadiem Makarim di Yogyakarta

Mengenal Apa Itu Indonesia Heritage Agency yang Akan Dilucurkan Nadiem Makarim di Yogyakarta

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Seorang Pemuda Kuras Tabungan Pensiunan Guru Senilai Rp 74,7 Juta, Modusnya Pura-pura Jadi Pegawai Bank

Seorang Pemuda Kuras Tabungan Pensiunan Guru Senilai Rp 74,7 Juta, Modusnya Pura-pura Jadi Pegawai Bank

Yogyakarta
Penyu Lekang Ditemukan Mati di Bantul, Diduga akibat Makan Sampah Plastik

Penyu Lekang Ditemukan Mati di Bantul, Diduga akibat Makan Sampah Plastik

Yogyakarta
Buang Sampah Sembarangan, Warga Sleman Didenda Rp 1 Juta

Buang Sampah Sembarangan, Warga Sleman Didenda Rp 1 Juta

Yogyakarta
Mau Corat-coret Seragam, 20 Pelajar di Yogyakarta Diciduk Polisi

Mau Corat-coret Seragam, 20 Pelajar di Yogyakarta Diciduk Polisi

Yogyakarta
Pemkab Bantul Keluarkan Tips Memilih Kendaraan untuk 'Study Tour'

Pemkab Bantul Keluarkan Tips Memilih Kendaraan untuk "Study Tour"

Yogyakarta
Kirim Pil Yarindo untuk Anak di Rutan Bantul, Ibu Ini Diamankan

Kirim Pil Yarindo untuk Anak di Rutan Bantul, Ibu Ini Diamankan

Yogyakarta
Pemkot Yogyakarta Upayakan Tambah Volume Pengolahan Sampah di Pihak Swasta

Pemkot Yogyakarta Upayakan Tambah Volume Pengolahan Sampah di Pihak Swasta

Yogyakarta
Jelang Idul Adha, Penjual Kambing di Yogyakarta Siapkan Dokter Pribadi untuk Ternaknya

Jelang Idul Adha, Penjual Kambing di Yogyakarta Siapkan Dokter Pribadi untuk Ternaknya

Yogyakarta
Sekolah di Sleman yang Ingin Gelar 'Study Tour' Harus Izin ke Dinas Pendidikan, Ini Alasannya

Sekolah di Sleman yang Ingin Gelar "Study Tour" Harus Izin ke Dinas Pendidikan, Ini Alasannya

Yogyakarta
Kericuhan Pelajar di Kota Yogyakarta, 6 Sekolah Diserang Gerombolan Siswa dengan Seragam Coret-coret

Kericuhan Pelajar di Kota Yogyakarta, 6 Sekolah Diserang Gerombolan Siswa dengan Seragam Coret-coret

Yogyakarta
DLH Bantul Bingung Tangani Sampah di Jalan Sekitar Gembira Loka, Ini Penyebabnya

DLH Bantul Bingung Tangani Sampah di Jalan Sekitar Gembira Loka, Ini Penyebabnya

Yogyakarta
Cerita Perajin Besi di Gunungkidul Kebanjiran Orderan Jelang Idul Adha

Cerita Perajin Besi di Gunungkidul Kebanjiran Orderan Jelang Idul Adha

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com