Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumbu Filosofi Yogyakarta Ditetapkan Warisan Budaya UNESCO, Sultan: Mengandung Filosofi "Hamemayu Hayuning Bawana"

Kompas.com, 19 September 2023, 14:54 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sumbu Filosofi Yogyakarta telah ditetapkan sebagai warisan budaya oleh UNESCO. Sumbu yang membentang dari Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, hingga Tugu Pal Putih ini memiliki makna Hamemayu Hayuning Bawana.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X menjelaskan bahwa awalnya, Pemerintah DIY kesulitan untuk menerjemahkan Hamemayu Hayuning Bawana ke bahasa asing. Karena, takut terjadi kesalahan jika diartikan dalam bahasa asing.

“Kita enggak tahu persis, takut keliru. Jadi itu hanya (diartikan) keindahan, kesejahteraan kan kira kira begitu. Untuk menjaga lingkungan kan gitu. Kita enggak berani menerjemahkan untuk tidak salah,” ujar Sultan saat ditemui di Kantor Gubernur DIY, Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Selasa (19/9/2023).

Baca juga: Mengenal Sumbu Filosofi Yogyakarta yang Resmi Diakui Warisan Budaya oleh UNESCO

Namun, setelah mengikuti proses dengan UNESCO barulah, UNESCO mendefinisikan Hamemayu Hayuning Bawana sebagai sustainable development. Sustainable development baru menjadi tujuan UNESCO pada 1990, sedangkan sikap sudah diterapkan oleh Keraton Yogyakarta sejak 1755.

“Kita baru mau memahamkan bahwa menjaga kelangsungan dunia ini lingkungan dengan segala isinya itu sustainable development ini kan baru PBB sendiri. Untuk goalnya baru tahun 1990-an. Ternyata Jogja kan sudah hamemayu diciptakan tahun 1755. Makanya di situ tidak hanya untuk Yogyakarta Indonesia, tapi juga untuk dunia,” jelas Sultan.

Sultan juga menjelaskan dengan sustainable development sebagai makna yang terkandung pada sumbu filosofi, maka dapat berdampak pada kesejahteraan masyarakat baik langsung maupun secara tidak langsung.

Lanjut dia, pembangunan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat tetap akan berjalan hanya saja, ada kontrol berupa lingkungan itu dibangun dengan baik dan tidak dilakukan perusakan saat pembangunan dilakukan.

“Tapi filosofinya kan tidak hanya batasnya itu (batas sumbu filosofi), seluruh DIY, bagaimana menjaga lingkungan itu tetap memberikan kehidupan pada manusia bukan merusak bumi ciptaannya,” kata dia.

Pembangunan yang dilakukan bakal turut memperhatikan lingkungan. Sultan mencontohkan, banjir tidak hanya disebabkan karena bencana alam tetapi juga adanya andil perusakan alam oleh manusia.

Baca juga: Jadi Warisan Dunia UNESCO, Ketahui 5 Fakta Sumbu Filosofi Yogyakarta 

Sustainable development kan tiap tahun dari sisi anggaran dari departemen selalu ada, makannya pemerintah juga ngoyo untuk green, untuk lingkungan ada, sama programnya untuk itu. Tapi dibatasi bagaimana lingkungan itu tetap terjaga,” jelas Ngarsa Dalem.

Sementara itu, dikutip dari laman resmi Keraton Yogyakarta menjelaskan sumbu filosofi dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, yang pada saat itu dikenal sebagai Pangeran Mangkubumi, yang memulai membangun Kota Yogyakarta.

Tugu Pal Putih atau Tugu Jogja, salah satu dari tiga titik Sumbu Filosofi Yogyakarta. Oleh UNESCO, kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta dimasukkan ke dalam Warisan Budaya Dunia.Shutterstock/Kurniawan Rizqi Tugu Pal Putih atau Tugu Jogja, salah satu dari tiga titik Sumbu Filosofi Yogyakarta. Oleh UNESCO, kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta dimasukkan ke dalam Warisan Budaya Dunia.

Pengejawantahan konsep ke dalam tata ruang Kota Yogyakarta dihasilkan dari proses menep, atau perjalanan hidup Pangeran Mangkubumi.

Dilahirkan sebagai putra Raja Mataram Sunan Amangkurat IV, Pangeran Mangkubumi tumbuh besar di lingkungan Keraton Kartasura. Karena perpindahan lokasi istana, berikutnya Pangeran Mangkubumi mengetahui persis seluk beluk Keraton Surakarta.

Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan konsepsi Jawa dengan mengacu pada bentang alam yang ada, seperti gunung, laut, sungai, serta daratan. Prinsip utama yang dijadikan dasar pembangunan keraton oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I adalah konsepsi Hamemayu Hayuning Bawana.

Artinya membuat bawana (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari). Konsep-konsep tersebut diejawantahkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dengan Laut Selatan dan Gunung Merapi sebagai poros.

Baca juga: Apa Itu Sumbu Filosofi Yogyakarta yang Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO?

Perjalanan dari Panggung Krapyak menuju keraton mewakili konsepsi sangkan (asal) dan proses pendewasaan manusia. Sementara perjalanan dari Tugu Golong Gilig menuju ke keraton mewakili filosofi paran (tujuan). Yaitu perjalanan manusia menuju Penciptanya.

Panggung Krapyak terletak kurang lebih 2 km dari Keraton Yogyakarta. Berbentuk segi empat dengan tinggi kira-kira 10 meter, lebar 13 meter, dan panjang 13 meter.

Panggung Krapyak terdiri dari dua lantai yang dahulu dihubungkan dengan tangga kayu. Lantai atas berupa ruang terbuka berpagar. Bangunan ini dahulu digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan prajurit atau kerabatnya dalam berburu (ngrapyak) rusa.

Secara simbolis, Panggung Krapyak memiliki makna awal kelahiran atau rahim. Ini ditegaskan dengan keberadaan kampung di sebelah barat laut bernama Mijen, yang berasal dari kata “wiji” (benih).

Pohon asem atau asam (Tamarindus indica) dan pohon tanjung (Mimusops elengi) yang ditanam sepanjang jalan dari Panggung Krapyak menuju keraton juga memiliki arti tersendiri. Sinom, daun asam, melambangkan anom (muda). Bersama dengan pohon tanjung melambangkan anak muda yang selalu disanjung-sanjung oleh lingkungannya.

Lebih ke utara lagi terdapat Alun-Alun Selatan yang sekitarnya ditanami pohon pakel dan kweni. Pohon-pohon ini melambangkan pemuda yang sudah akil balig dan sudah wani (berani) meminang gadis pujaannya.

Baca juga: Sumbu Filosofi Diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO, Malioboro Dicanangkan Jadi Kawasan Rendah Emisi

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau