YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan Kebudayaan Risert dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim tidak mewajibkan skripsi menjadi syarat kelulusan mahasiswa S1.
Aturan itu tertuang dalam Permendikbudristek No.53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Peraturan tersebut diluncurkan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim dalam Merdeka Belajar Ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, pada Selasa (29/8/2023).
Baca juga: Rektor: IPB Sudah Lakukan Tidak Wajib Skripsi sejak 2019
Beberapa mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) menyampaikan pendapatnya terkait dengan kebijakan tersebut.
Mahasiswa Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan 2020, Fira Nursaifah Marsaoly mengatakan saat ini sedang dalam proses bimbingan untuk penyusunan skripsi.
"Sebagai mahasiswa Fisipol melihat ini sebagai salah satu kebijakan baru ya," ujar Fira Nursaifah Marsaoly saat ditemui Kompas.com di Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (31/8/2023).
Fira melihat kebijakan tersebut sejalan dengan program Merdeka Belajar. Adanya kata merdeka itu, kemudian pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek membuat kebijakan yang lain.
Sebuah kebijakan yang tidak membatasi mahasiswa bahwa syarat kelulusan bukan hanya sebatas skripsi saja. Namun ada berbagai macam bentuk yang bisa dilakukan oleh mahasiswa sebagai syarat kelulusan.
"Syarat kelulusan itu tidak hanya sebatas skripsi saja, melainkan ada berbagai macam bentuk misalnya proyek, atau mungkin dari mahasiswa fakultas lain itu ada semacam praktik yang mungkin langsung terjun ke dunia kerja," urainya.
Baca juga: USK Sambut Baik Aturan Mahasiswa Lulus Kuliah Tidak Wajib Skripsi
Menurut Fira, kebijakan Kemendikbudristek patut dilihat sebagai hal yang baru. Kebijakan tersebut juga patut untuk dicoba diterapkan di Indonesia. Hanya saja tetap harus dilakukan monitoring terkait penerapan kebijakan tersebut.
"Harus kita lihat apakah sesuai dengan visi misi pendidikan itu sendiri atau mungkin tidak sejalan atau bahkan menghambat pendidikan itu sendiri. Tapi menurut saya bisa patut dicoba dan dilihat dulu, apakah nantinya ke depan kalau ada poin yang menghambat pendidikan itu sendiri berarti harus ada evaluasi," tandasnya.
Fira mengaku saat ini memang sedang dalam proses mengerjakan skripsi dan itu akan tetap dilanjutkan. Tetapi Fira tidak keberatan ketika nantinya diminta untuk mengerjakan hal baru yang sejalan dengan kebijakan Kemendikbudristek.
"Misalkan di tengah jalan dosen pembimbing saya mengajukan hal yang baru, atau sejalan dengan kebijakan tersebut saya juga tidak masalah. Bukanya menelantarkan skripsi saya, tetapi kalau bisa sekali jalan kemudian ada proyek yang langsung saya turun ke dunia kerja itu mungkin akan jauh lebih baik lagi," ucapnya.
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan 2019, Fentia Wiagisti melihat kebijakan Kemendikbudristek merupakan terobosan baru dan sangat baik.
"Sekarang ini menurut saya dalam menyelesaikan tugas akhir itu tidak hanya berkutat pada karya ilmiah saja. Tetapi project itu juga bisa, karena disitu ketika kita bisa project maka dari skill-skill yang digunakan oleh mahasiswa itu bisa berkembang lagi, jadi tidak hanya berkutat pada hal-hal yang berbau dengan karya tulis," ungkapnya.
Baca juga: Penjelasan Mendikbud Ristek: Skripsi Bukan Dihapus, tapi Jadi Opsi Kelulusan Mahasiswa