KULON PROGO, KOMPAS.com – Kemarau masih panjang. Bagi sebagian orang, kemarau justru membawa berkah.
Seperti yang dirasakan warga sebuah kampung di puncak Bukit Menoreh pada Kalurahan Sidoharjo, Kapanewon Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
Kemarau jadi saat warga satu kampung di Pedukuhan Nglambur berburu kelelawar. Satwa itu ditangkap untuk diolah dalam berbagai macam masakan, disantap atau dipercaya sebagai obat.
Baca juga: Paniki, Kuliner Ekstrem Khas Minahasa dari Daging Kelelawar
"Baru saja tadi ada yang pesan satu kilogram (kelelawar). Katanya untuk obat. Tidak dijual, saya akan kasih saja,” kata Roji, warga Nglambur, Minggu (13/8/2023).
Roji mengumpulkan kelelawar itu pada Minggu (6/8/2023) lalu. Ia bersama 20-an pria dewasa di dusun berburu kelelawar pukul 13.00–16.00 WIB.
Perburuan menghasilkan satu bagor atau karung plastik isi kelelawar untuk dimasak, dimakan, diawetkan atau dimanfaatkan jerohannya sebagai obat.
Biasanya dibikin rica-rica, bumbu sate, pakai bumbu rendang atau digoreng. "Dibagi rata dapat sekitar 20-40 ekor ke setiap orang," kata Roji.
Perburuan warga hanya berlangsung di curug atau sungai berair terjun di wilayah Nglambur bagian bawah. Warga menamainya curug Watu Segandul, dinamai demikian karena ada dua batu menggantung yang berada di tengah aliran air terjun. Batu mencuat yang seolah menggantung atau nggandul, menyisakan celah di antaranya.
Curug itu bertingkat, sehingga warga mesti naik tebing licin ekstrem, masuk goa sempit, naik pakai tali, lalu tiba di sebuah lorong datar yang kanan dan kirinya adalah tebing tegak lurus menjulang. Di lorong itu tempat mereka berburu kelelawar.
Warga hanya bisa berburu ketika sungai mengering saat musim kemarau panjang seperti sekarang. Ketika sungai kering, warga bahkan bisa leluasa berjalan kaki di dasar sungai.
Curug bersembunyi dari terik siang dalam wilayah Nglambur. Dusun ini berada sekitar 2 kilometer di bawah obyek wisata puncak Suroloyo atau 39 kilometer dari Wates, pusat Kulon Progo.
Warga Nglambur mayoritas petani kebun empon-empon, kopi dan cengkeh. Setiap rumah bahkan punya pohon kopi, memanennya untuk dijual.
Kopi asal Nglambur terkenal, baik biji kopi yang masih basah maupun kering. Atau dalam bentuk greenbean, hitam, merah hingga bentuk bubuk.
Biji kopi asal Nglambur diminati banyak kafe dan usaha kopi. Pertanian ini meningkatkan perekonomian masyarakat kampung.
Pada masa lalu, warga hidup sulit dan hidup bertani saja. Mereka terpaksa berburu untuk memenuhi asupan protein hewani bagi masyarakat pegunungan yang jarang menikmati daging seperti sekarang.
Baca juga: Pencari Kelelawar Tewas Terjatuh dari Tebing, Evakuasi Melalui Laut