Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Masih Temukan Sekolah Jual Seragam di DIY, Harga Lebih Mahal dari di Pasaran

Kompas.com, 27 September 2022, 14:57 WIB
Wijaya Kusuma,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DI Yogyakarta masih menemukan praktik jual beli seragam yang dilakukan oleh sekolah negeri.

Temuan ini disampaikan Ombudsman RI perwakilan DI Yogyakarta dalam ekwpose hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PPDB DIY tingkat SMP/MTS dan SMA/SMK tahun ajaran 2022/2023.

"Kami menemukan hal klasik juga terkait dengan penjualan seragam,"ujar Kepala Keasistenan Pencegahan Ombudsman RI DIY Chasidin dalam jumpa pers,Senin (26/9/2022).

Baca juga: Ombudsman Temukan Praktik Kolusi PPDB DIY, Kursi Sisa untuk Orang yang Dekat dengan Dinas

Chasidin menyampaikan, sudah terdapat aturan yang melarang sekolah maupun komite sekolah mengadakan atau mengusahakan seragam sekolah.

Larangan itu tertuang di Permendikbud nomor 45 tahun 2014.

Namun, Ombudsman masih banyak menerima laporan terkait dengan pengadaan seragam di sekolah. Meskipun itu yang menyelenggarakan paguyuban orang tua (POT).

"Ternyata POT ini tidak lepas dari peran sekolah. Karena ada larangan itu, maka menggunakan jalur POT. Sebagian besar yang kita temukan POT ini dibelakangnya tetap ada pihak sekolah yang bermain di situ," tegasnya.

Ombudsman menemukan, meski koordinatornya POT, namun penentu harga tetap sekolah. Pengarahan toko juga tetap dari sekolah.

"Beberapa kita temukan penjualan tetap menggunakan nomor rekening dari bendahara sekolah. POT ini hanya pensiasatan saja," ungkapnya.

Baca juga: Joki Perwalian di PPDB DIY, Ombudsman: Ada yang Menitipkan Anaknya pada Bawahannya

Dari fakta yang ditemukan, harga seragam yang dijual sekolah, komite atau POT lebih mahal dari harga pasaran.

Ombudsman telah melakukan penghitungan, selisih harga bisa sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu per paketnya.

"Kita menghitung selisihnya misalnya, bisa selisih sekitar Rp 300 sampai Rp 500 ribu per paketnya, jadi ada yang beli paket Rp 2 juta sekian, itu sergam putih abu-abu, pramuka, seragam khas sekolah. Itu selisihnya bisa Rp 300 ribu per paket," bebernya.

Menurut Chasidin dengan adanya selisih tersebut keuntungan yang didapat sangat besar.

Sehingga, Chasidin menduga ada faktor ekonomi inilah praktik ini masih saja ada.

"Kita hitung kalau Rp 300 ribu per paket, dikalikan jumlah siswa yang masuk dalam sekolah itu sampai 200, kita estimasi setengahnya saja 100 siswa pesan satu paket dengan selisih Rp 300 ribu saja, itu dikalikan lagi seluruh sekolah di DIY ternyata lebih dari Rp 10 miliar keuntungan," ucapnya.

Pengadaan seragam ini, imbuh Chasidin, dimonopoli oleh beberapa toko. Mereka ada kerja sama dengan pihak sekolah.

"Itu di DIY dimonopoli oleh beberapa toko, tidak semua toko karena ada satu dua toko yang secara langsung menjual ke sekolah, artinya ada kerja sama dengan sekolah. Keuntungan itu ya dinikmati oleh pihak sekolah misalnya atau yang mengadakan juga pihak tokonya," bebernya.

Sementara itu Kepala Ombudsman RI Perwakilan DI Yogyakarta Budhi Masturi menambahkan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya kemungkinan keuntungan lebih besar.

"Karena makin ke sini sebenarnya sekolah mulai ada perubahan. Kalau dulu kan begitu diumumkan langsung harus beli semua ke sekolah, sekarang sudah mulai pilihan, pasti berkurang. Tetapi berkurang belum signifikan, karena yang mengelola POT dan POT itu ada keterlibatan sekolah," jelasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau