Salin Artikel

Ombudsman Masih Temukan Sekolah Jual Seragam di DIY, Harga Lebih Mahal dari di Pasaran

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DI Yogyakarta masih menemukan praktik jual beli seragam yang dilakukan oleh sekolah negeri.

Temuan ini disampaikan Ombudsman RI perwakilan DI Yogyakarta dalam ekwpose hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PPDB DIY tingkat SMP/MTS dan SMA/SMK tahun ajaran 2022/2023.

"Kami menemukan hal klasik juga terkait dengan penjualan seragam,"ujar Kepala Keasistenan Pencegahan Ombudsman RI DIY Chasidin dalam jumpa pers,Senin (26/9/2022).

Chasidin menyampaikan, sudah terdapat aturan yang melarang sekolah maupun komite sekolah mengadakan atau mengusahakan seragam sekolah.

Larangan itu tertuang di Permendikbud nomor 45 tahun 2014.

Namun, Ombudsman masih banyak menerima laporan terkait dengan pengadaan seragam di sekolah. Meskipun itu yang menyelenggarakan paguyuban orang tua (POT).

"Ternyata POT ini tidak lepas dari peran sekolah. Karena ada larangan itu, maka menggunakan jalur POT. Sebagian besar yang kita temukan POT ini dibelakangnya tetap ada pihak sekolah yang bermain di situ," tegasnya.

Ombudsman menemukan, meski koordinatornya POT, namun penentu harga tetap sekolah. Pengarahan toko juga tetap dari sekolah.

"Beberapa kita temukan penjualan tetap menggunakan nomor rekening dari bendahara sekolah. POT ini hanya pensiasatan saja," ungkapnya.

Dari fakta yang ditemukan, harga seragam yang dijual sekolah, komite atau POT lebih mahal dari harga pasaran.

Ombudsman telah melakukan penghitungan, selisih harga bisa sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu per paketnya.

"Kita menghitung selisihnya misalnya, bisa selisih sekitar Rp 300 sampai Rp 500 ribu per paketnya, jadi ada yang beli paket Rp 2 juta sekian, itu sergam putih abu-abu, pramuka, seragam khas sekolah. Itu selisihnya bisa Rp 300 ribu per paket," bebernya.

Menurut Chasidin dengan adanya selisih tersebut keuntungan yang didapat sangat besar.

Sehingga, Chasidin menduga ada faktor ekonomi inilah praktik ini masih saja ada.

"Kita hitung kalau Rp 300 ribu per paket, dikalikan jumlah siswa yang masuk dalam sekolah itu sampai 200, kita estimasi setengahnya saja 100 siswa pesan satu paket dengan selisih Rp 300 ribu saja, itu dikalikan lagi seluruh sekolah di DIY ternyata lebih dari Rp 10 miliar keuntungan," ucapnya.

Pengadaan seragam ini, imbuh Chasidin, dimonopoli oleh beberapa toko. Mereka ada kerja sama dengan pihak sekolah.

"Itu di DIY dimonopoli oleh beberapa toko, tidak semua toko karena ada satu dua toko yang secara langsung menjual ke sekolah, artinya ada kerja sama dengan sekolah. Keuntungan itu ya dinikmati oleh pihak sekolah misalnya atau yang mengadakan juga pihak tokonya," bebernya.

Sementara itu Kepala Ombudsman RI Perwakilan DI Yogyakarta Budhi Masturi menambahkan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya kemungkinan keuntungan lebih besar.

"Karena makin ke sini sebenarnya sekolah mulai ada perubahan. Kalau dulu kan begitu diumumkan langsung harus beli semua ke sekolah, sekarang sudah mulai pilihan, pasti berkurang. Tetapi berkurang belum signifikan, karena yang mengelola POT dan POT itu ada keterlibatan sekolah," jelasnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/09/27/145734278/ombudsman-masih-temukan-sekolah-jual-seragam-di-diy-harga-lebih-mahal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke