YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan pendorong gerobak Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro datang kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mereka bermaksud menanyakan nasib setelah relokasi PKL dilakukan besok.
Ketua Paguyuban Pendorong Gerobak Malioboro Kuat Suparjono mengatakan, total pendorong gerobak di sekitar Malioboro sebanyak 53 orang.
Para pendorong gerobak meminta pekerjaan kepada Gubernur DIY karena pihaknya terdampak relokasi PKL Malioboro di Teras Malioboro satu maupun dua.
Baca juga: Alasan Pemerintah DIY Tetap Relokasi PKL Malioboro pada Januari sampai Februari
"Nanti bila mana ada kebijaksanaan bapak gubernur kita mendapat lapak atau pekerjaan," katanya ditemui setelah mendatangi Kantor Gubernur DIY, Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Senin (31/1/2022).
Ia mengungkapkan, selama ini para pendorong gerobak bekerja dengan ongkos Rp 10 ribu. Cara kerjanya adalan para pendorong mengeluarkan gerobak dari gudang ke lokasi PKL berjualan, mulai pagi hari lalu mengembalikan ke gudang lagi. Barulah pendorong dibayar Rp 10 ribu.
"Dengan ongkos Rp 10 ribu jarak kurang lebih 700 meter, kalau bolak-balik 14 km. Malam masuk pagi keluar," ungkapnya.
Dengan ongkos sebesar itu menurut dia ada yang bertahan hingga 25 tahun dan mereka tersebar tak hanya dari Kota Yogyakarta ada pula yang berasal dari Wonosari, Kabupaten Gunungkidul.
Dalam satu hari pendapatan mereka tidak menentu, Kuat menyampaikan jika mendorong 10 gerobak hasilnya masih tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.
"Sebanyak mungkin (mendorong gerobak) dengan catatan membawa teman dan gerobak banyak. Ada yang sendirian ngoyo, kita ada korban sebanyak 4 orang meninggal," ungkap dia.
Baca juga: Pendorong Gerobak Malioboro Terancam Kehilangan Pekerjaan jika Relokasi Terjadi
Karena hanya bisa bekerja sebagai pendorong gerobak mau tidak mau profesi itu masih digeluti oleh anggota paguyubannya.
"Berhubung membutuhkan menyambung hidup mau nggak mau hujan panas dilalui," ungkap dia.
Maksimal mereka dapat mendorong sebanyak 15 gerobak dalam satu hari. Kecuali saat lebaran para pendorong gerobak bisa mendapatkan penghasilan lebih, oleh sebab itu dirinya meminta kepada pemerintah agar relokasi diundur sampai setelah hari raya lebaran.
"Maksimalnya 15 gerobak. Kadang nggak cucuk (tidak cukup), nggak full semuanya. Jualan kadang cuma 7, Kadang keluar saat Jumat, Sabtu Minggu," ungkap dia.
"Kecuali kalau lebaran. Makanya mohon ditunda sampai lebaran untuk sangu (mengumpulkan uang saku). Sangu kita akan mudik, membelikan baju, ketiga cari pekerjaan lainnya," jelas dia.
Penundaan selain digunakan untuk mencari uang saku, sekaligus untuk mencari pekerjaan baru.