Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Sri Purnomo, Eks Bupati Sleman Dua Periode yang Jadi Tersangka Korupsi

Kompas.com, 30 September 2025, 17:47 WIB
Wijaya Kusuma,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman menetapkan mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pariwisata tahun anggaran 2020.

Penetapan status tersangka ini diumumkan setelah penyidik menemukan bukti kuat keterlibatannya.

Kepala Kejaksaan Negeri Sleman, Bambang Yunianto, mengatakan bahwa pada 30 September 2025, penyidik telah meningkatkan status seorang saksi menjadi tersangka dalam kasus tersebut.

"Saksi itu inisialnya SP yang merupakan Bupati Sleman periode 2010-2015 dan 2016-2021," ujar Bambang Yunianto saat ditemui di kantor Kejari Sleman, Selasa (30/9/2025).

Baca juga: Eks Bupati Sleman Jadi Tersangka Korupsi Dana Hibah Pariwisata

Profil Sri Purnomo

Sri Purnomo, lahir di Klaten, Jawa Tengah, pada 22 Februari 1961, merupakan politisi senior yang menjabat sebagai Bupati Sleman selama dua periode (2010-2015 dan 2016-2021).

Ia menikah dengan Kustini Sri Purnomo, yang menjabat sebagai Bupati Sleman periode 2021-2025, dan dikaruniai tiga orang anak.

Sri Purnomo mengenyam pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas di Klaten, Jawa Tengah.

Kemudian dia menempuh pendidikan tinggi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia lulus Sarjana Muda pada 1984 serta meraih gelar Sarjana pada 1998.

Setelah itu, Sri melanjutkan studi S2 di Universitas Islam Indonesia.

Sebelum terjun ke dunia politik, Sri Purnomo sempat bekerja sebagai guru Madrasah Tsanawiyah dan menekuni usaha mebel.

Karier politiknya di Sleman dimulai saat ia terpilih menjadi Wakil Bupati mendampingi Ibnu Subianto untuk periode 2005-2010. Sri Purnomo naik menjadi Plt. Bupati Sleman pada 2009 setelah Ibnu Subianto terjerat kasus korupsi.

Setelah selesai masa jabatanya, Sri Purnomo kembali maju mencalonkan dan terpilih sebagai bupati periode 2010-2015. Tak berhenti disitu, periode berikutnya Sri Purnomo kembali maju dan terpilih memimpin Kabupaten Sleman 2016-2021.

Di kancah politik, Sri Purnomo adalah salah satu tokoh pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) di Sleman dan juga aktif di organisasi PD Muhammadiyah Sleman.

Kepala Kejaksaan Negeri Sleman, Bambang Yunianto saat memberikan keterangan terkait penetapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pariwisata Kabupaten Sleman tahun anggaran 2020.KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Kepala Kejaksaan Negeri Sleman, Bambang Yunianto saat memberikan keterangan terkait penetapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pariwisata Kabupaten Sleman tahun anggaran 2020.

Penetapan Tersangka Sri Purnomo

Berdasarkan hasil penyidikan, diketahui saat Sri Purnomo menjabat sebagai bupati telah memberikan dana hibah pariwisata untuk kelompok masyarakat di sektor pariwisata yang bertentangan dengan perjanjian hibah dan keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, atau Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Nomor KM/704/PL.07.02/M-K/2020 tanggal 9 Oktober 2020.

Modus yang digunakan dengan menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 49 tahun 2020 tentang pedoman pemberian hibah pariwisata tanggal 27 November 2020.

"Mengatur tentang alokasi hibah dan membuat penetapan penerima hibah pariwisata, yaitu kelompok masyarakat di sektor pariwisata di luar desa wisata dan desa rintisan wisata yang telah ada," ucap Kepala Kejari Sleman, Bambang Yunianto.

Berdasarkan hasil laporan audit perhitungan kerugian negara oleh BPKP DIY, atas dugaan tindak pindah korupsi dan hibah pariwisata Kabupaten Sleman tahun anggaran Tahun 2020, nomor PE.03.03/SR-1504/PW/12-05-2024 tanggal 12 Juli 2024, kerugian keuangan negara yaitu sebesar Rp 10.952.457.030 (Rp 10,9 miliar).

Baca juga: 4 Perusahaan Jadi Tersangka Kasus Korupsi Dana Investasi TaniHub

Pasal yang disangkakan terhadap tersangka yaitu melanggar Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pindah korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Kemudian Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pindah korupsi, sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pindana korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Penyidik Kejari Sleman saat ini baru menaikan status Sri Purnomo dari saksi menjadi tersangka. Sehingga saat ini belum dilakukan penahanan terhadap Sri Purnomo.

"Jadi saat ini, hari ini, baru dilakukan penaikan status dari saksi menjadi tersangka. Ya saat ini baru menetapkan itu," ucapnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau