Menurut Cahyo, pembuatan IPL untuk sampah organik masih memungkinkan dilakukan di Kota Yogyakarta, karena tidak membutuhkan lahan yang besar.
Ia menyarankan agar Pemkot memanfaatkan ruang-ruang terbuka yang ada.
Cahyo sendiri telah menerapkan metode pengolahan sampah ini selama empat tahun.
Ia juga menjelaskan bahwa rata-rata satu orang memproduksi sekitar 0,4 kilogram sampah organik per hari, yang dapat dijadikan acuan untuk pembuatan IPL.
"Bentuknya bisa seperti jugangan (galian), jika tidak ada lahan bisa menggunakan bus (beton berbentuk lingkaran). Jika penuh, tanahnya bisa dimanfaatkan untuk pertanian," jelasnya.
Baca juga: Yogyakarta Darurat Sampah, Sultan Izinkan Pembuangan ke TPST Piyungan 90 Ton per Hari
Cahyo menambahkan bahwa masalah bau sampah organik dapat diatasi dengan teknologi yang tepat.
Ia menyatakan bahwa saat ini, sampah organik menjadi masalah utama, sedangkan sampah anorganik setelah dipilah masih memiliki nilai ekonomi.
"Tinggal residu, Pemkot tinggal membeli insenerator yang ramah lingkungan untuk membakar sampah residu," tutupnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang