Salin Artikel

Anggota DPRD Usul Pemkot Yogyakarta Buat Instalasi Pengolahan Limbah Jumbo untuk Atasi Sampah Organik

Usulan ini disampaikan saat pertemuan di DPRD Kota Yogyakarta pada Rabu (17/9/2025).

Cahyo menyoroti bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta belum mengambil langkah serius dalam menangani permasalahan sampah.

"Kenapa saya pertanyakan serius atau tidak? Dibandingkan dengan lembaga legislatif, Pemerintah Kota dibekali dengan instrumen yang ada, mulai dari anggaran, kebijakan, hingga sumber daya manusia," ujarnya.

Ia menilai bahwa penanganan sampah oleh Pemkot Yogyakarta masih bersifat parsial dan belum sistematis.

Masyarakat, menurutnya, sebenarnya mudah untuk diberdayakan.

Ia memberikan contoh ketika masyarakat diminta antre untuk membuang sampah di depo, mereka tidak protes.

Selain itu, saat ada gerakan zero sampah anorganik, masyarakat juga mengikuti program tersebut meskipun dibebani biaya untuk penggerobakan sampah.

"Nilainya, bahasanya berbeda-beda. Tergantung kesepakatan, ada yang per bulan Rp 35.000 hingga Rp 100.000," jelas Cahyo.

Namun, ia menilai bahwa program penggerobakan tersebut perlu dievaluasi, karena masyarakat merasa keberatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk sampah, sementara mereka juga diminta untuk memilah.

Cahyo menambahkan bahwa saat masyarakat diminta untuk memilah sampah, muncul masalah baru karena penggerobak tidak mengetahui ke mana harus membuang sampah organik.

Fasilitas yang ada saat ini hanya berupa depo, di mana mereka membuang sampah organik ke depo-depo yang ada di Kota Yogyakarta.

"Dengan melakukan kajian, berapa banyak IPL organik yang dibutuhkan. Ketika sarana disiapkan, baru Pemkot Yogyakarta bisa meminta masyarakat untuk memilah," imbuhnya.

Dengan metode ini, masyarakat tidak akan lagi dibebani biaya penggerobakan.

Masih memungkinkan

Menurut Cahyo, pembuatan IPL untuk sampah organik masih memungkinkan dilakukan di Kota Yogyakarta, karena tidak membutuhkan lahan yang besar.

Ia menyarankan agar Pemkot memanfaatkan ruang-ruang terbuka yang ada.

Cahyo sendiri telah menerapkan metode pengolahan sampah ini selama empat tahun.

Ia juga menjelaskan bahwa rata-rata satu orang memproduksi sekitar 0,4 kilogram sampah organik per hari, yang dapat dijadikan acuan untuk pembuatan IPL.

"Bentuknya bisa seperti jugangan (galian), jika tidak ada lahan bisa menggunakan bus (beton berbentuk lingkaran). Jika penuh, tanahnya bisa dimanfaatkan untuk pertanian," jelasnya.

Cahyo menambahkan bahwa masalah bau sampah organik dapat diatasi dengan teknologi yang tepat.

Ia menyatakan bahwa saat ini, sampah organik menjadi masalah utama, sedangkan sampah anorganik setelah dipilah masih memiliki nilai ekonomi.

"Tinggal residu, Pemkot tinggal membeli insenerator yang ramah lingkungan untuk membakar sampah residu," tutupnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2025/09/17/193941778/anggota-dprd-usul-pemkot-yogyakarta-buat-instalasi-pengolahan-limbah

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com