Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Ditagih Pajak Rp 2,9 M, Buruh Jahit Pekalongan Ditanyai Transaksi Janggal

Kompas.com, 9 Agustus 2025, 15:04 WIB
Tri Indriawati

Editor

PEKALONGAN, KOMPAS.com – Viral di media sosial, video seorang buruh jahit di Pekalongam bernama Ismanto (32) yang disebut menerima tagihan pajak Rp 2,9 miliar.

Kehebohan ini bermula saat buruh jahit harian lepas dari Desa Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, itu menerima surat resmi dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan Rabu (6/8/2025).

Ia pun kaget dan tertekan setelah didatangi petugas dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan yang menyerahkan surat dengan nominal tertera Rp 2,8 miliar.

Baca juga: Penjelasan KPP Pratama Pekalongan soal Tagihan Pajak Buruh Jahit Lepas Rp 2,8 M

Namun, setelah ditelusuri, surat tersebut ternyata bukan berisi tagihan pajak, melainkan konfirmasi transaksi mencurigakan senilai Rp 2,9 miliar atas nama Ismanto.

Berikut ini penjelasan lengkap dari KPP Pratama Pekalongan dan duduk perkara isu buruh jahit ditagih pajak Rp 2,8 miliar.

Kejadian Berawal dari Surat Resmi

Surat itu diserahkan langsung oleh petugas pajak pada Rabu (6/8/2025) sekitar pukul 14.00. Rumah Ismanto yang sederhana—berdinding tembok, bertiang kayu, dan berlantaikan plester—menjadi lokasi kedatangan petugas.

"Saya kaget, karena saya cuma buruh jahit lepas," kata Ismanto, Jumat (8/8/2025).

"Tidak pernah punya usaha besar, apalagi sampai transaksi beli kain dalam jumlah besar seperti itu," tambahnya.

Ismanto langsung menolak tuduhan tersebut dan menegaskan tidak pernah melakukan transaksi pembelian kain, pinjaman online, atau pinjaman lainnya.

"Saya sudah bilang, saya tidak pernah melakukan transaksi pembelian kain, pinjaman online, atau pinjaman lain apa pun. Nama saya jelas disalahgunakan," ujarnya.

KPP Pratama menjelaskan, Ismanto,  buruh jahit di Pekalongan bukan menerima tagihan pajak Rp 2,8 miliar, melainkan hanya dimintai konfirmasi transaksi mencurigakan atas nama dirinya.Tangkapan Layar Instagram Kantor Pajak Pekalongan KPP Pratama menjelaskan, Ismanto, buruh jahit di Pekalongan bukan menerima tagihan pajak Rp 2,8 miliar, melainkan hanya dimintai konfirmasi transaksi mencurigakan atas nama dirinya.

Tekanan Mental akibat Surat Pajak

Sejak menerima surat tersebut, Ismanto mengaku lebih sering mengurung diri di kamar karena bingung dan stres.

"Petugas pajaknya maklum, mereka juga heran. Kok rumah saya yang seperti ini bisa kena tagihan pajak miliaran rupiah," kata Ismanto.

Ia kemudian mendatangi kantor pajak untuk mengklarifikasi dan memastikan bahwa dirinya bukan pelaku transaksi tersebut.

"Saya berharap identitasnya tidak lagi disalahgunakan dan tagihan yang tidak masuk akal itu bisa dibatalkan. Alhamdulillah, saya sudah klarifikasi ke kantor pajak dan nama saya disalahgunakan," ujarnya.

Dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagram resmi KPP Pratama Pekalongan, Ismanto dan sang istri Ulfa juga meminta maaf atas kegaduhan atas kesalahpahaman yang viral di media sosial ini.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by KPP Pratama Pekalongan (@pajakpekalongan)

Ismanto mengaku, video viral soal tagihan pajak Rp 2,9 miliar itu bukan diunggah dan diedarkan dirinya dan keluarga.

"Saya mau mohon maaf untuk pihak-pihak terkait dengan beredarnya video viral kemarin, tidak sepenuhnya benar. Petugas pajak yang datang memang benar adanya, namun bukan untuk menagih pajak, melainkan untuk mengklarifikasi data atas nama suami saya yang disalahgunakan oleh orang lain," ujar Ulfa, istri Ismanto, dalam video yang diunggah akun Instagram KPP Pratama Pekalongan.

Penjelasan Resmi dari Kantor Pajak

Kepala KPP Pratama Pekalongan, Subandi, membenarkan pihaknya mengirim petugas ke rumah Ismanto dengan membawa surat resmi.

Namun, ia menegaskan tujuan kedatangan itu hanya untuk klarifikasi, bukan penagihan pajak.

"Memang benar surat tersebut resmi dari KPP Pratama dan petugas datang sesuai SOP. Maksud kami hanya untuk mengonfirmasi, bukan menagih. Dalam data administrasi kami, terdapat transaksi atas nama yang bersangkutan senilai Rp 2,9 miliar. Itu nilai transaksinya, bukan pajaknya," kata Subandi.

Menurut Subandi, data tersebut berasal dari Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak pada 2021.

Saat itu, Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik Ismanto tercatat digunakan dalam transaksi dengan salah satu perusahaan.

Baca juga: Buruh Jahit Pekalongan Bukan Ditagih Pajak Rp 2,8 Miliar, Ini Penjelasan Kantor Pajak

"Kedatangan kami ke rumah Wajib Pajak hanya untuk mencari kejelasan. Apakah benar Wajib Pajak yang melakukan transaksi tersebut? Bisa jadi NIK-nya dipinjam. Kami ingin tahu kebenarannya," jelas Subandi.

Subandi menyebut kejadian serupa sudah beberapa kali terjadi di Pekalongan, di mana nama dan NIK warga digunakan tanpa sepengetahuan pemiliknya.

"Jangan sembarangan meminjamkan KTP atau NPWP kepada orang lain. Jika menerima surat dari kantor pajak, segera lakukan klarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman," imbaunya.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul "Syok Buruh Jahit Harian di Pekalongan Terima Tagihan Pajak Rp2,8 Miliar, Ismanto: Petugas Juga Heran".

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau