Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ketekunan Erlin Anak Buruh Sawit di Merauke Gapai Cita-cita Kuliah Kedokteran UGM dengan Beasiswa

Kompas.com, 23 Juli 2025, 16:23 WIB
Wijaya Kusuma,
Krisiandi

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Cita-cita yang terpatri dalam hati seorang remaja asal Merauke, Papua Selatan, tak pernah surut meski dalam kondisi serba terbatas.

Maria Elisabeth Ponda, atau yang akrab disapa Erlin, adalah sosok yang penuh semangat dalam mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter.

Erlin adalah anak tunggal dari pasangan Albertus Dominikus Dei (48) dan Fereonika Sa (40).

Ayahnya bekerja sebagai buruh harian di perusahaan sawit, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.

Keterbatasan ini membuatnya harus mandiri dan tinggal terpisah dari orangtuanya untuk melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Merauke.

Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Prodi Kedokteran UGM

Ia tinggal bersama sanak familinya di kota tersebut, sedangkan kedua orangtuanya berada di lokasi kerja yang jauh, yaitu di Distrik Wasur, sekitar 66 kilometer dari Merauke.

"Ibu ikut menemani Ayah di Wasur karena Ayah ada sakit jadi memang harus ditemani. Ayah punya darah tinggi, dan memang harus ada Ibu untuk menyiapkan makan, dan lain-lain," jelas Erlin, mengisahkan kondisi keluarganya.

Menjaga Semangat di Tengah Keterbatasan

Selama menempuh pendidikan SMA, Erlin harus berjuang sendirian.

Ia belajar untuk mengelola tanggung jawab sebagai remaja yang terpisah dari orang tua.

Meskipun begitu, ia selalu mengingat pesan dari kedua orangtuanya untuk tetap kuat dan terus berjuang.

"Karena saya anak satu-satunya, orang tua saya selalu bilang, kalau kamu bisa berdiri di kakimu sendiri, pertahankan itu. Karena nanti, kalau bukan diri sendiri yang berjuang, siapa lagi?" tegas Erlin, mengulang pesan ayahnya.

Cita-Cita Menjadi Dokter Sejak Kecil

Maria Elisabeth Ponda, siswa dari Merauke, Papua bisa kuliah gratis berkat beasiswa 100 persen.  Ia mahasiswa baru Jurusan Kedokteran UGM.DOK.UGM Maria Elisabeth Ponda, siswa dari Merauke, Papua bisa kuliah gratis berkat beasiswa 100 persen. Ia mahasiswa baru Jurusan Kedokteran UGM.
Pengalaman pahit di masa kecilnya turut membentuk cita-cita Erlin.

Ia dibesarkan oleh neneknya yang mengidap tumor ganas.

Sayangnya, kondisi finansial keluarganya membuat neneknya tidak mendapatkan perawatan yang layak.

Baca juga: BEM UGM Mundur dari BEM SI Kerakyatan, Sebut Munas Sarat Manuver Politik dan Kehadiran Elit

Sebelum meninggal, neneknya berpesan agar Erlin disekolahkan setinggi-tingginya untuk menjadi dokter, agar bisa membantu orang yang sakit, terutama yang kurang mampu.

"Harapan ini sudah selalu saya tanamkan sejak kelas 5 SD," ungkap Erlin, mengisahkan betapa dalamnya keinginannya menjadi dokter.

Keberhasilan akademik pun diraihnya dengan kerja keras;

selama tiga tahun di SMA, Erlin selalu masuk peringkat 1 atau 2, dengan nilai mata pelajaran Biologi, Matematika, dan Agama yang semuanya di atas 90.

Berhasil Masuk Prodi Kedokteran di UGM


Usahanya membuahkan hasil ketika Erlin diterima di prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Keperawatan, dan Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada (FK-KKMK UGM).

Ia menjadi satu-satunya anggota keluarganya yang kuliah di UGM.

Baca juga: UGM Mundur dari BEM SI: Munas Dihadiri BIN dan Ketua Partai, Merusak Independensi Mahasiswa

"Nama Universitas Gadjah Mada pertama kali saya temukan dalam buku tema saya saat SD. Siapa sangka saya sekarang benar-benar berkuliah di FK-KMK UGM," kata Erlin dengan penuh haru.

Momen pengumuman hasil seleksi menjadi momen paling menegangkan baginya.

"Saya bilang ke Mama dan Bapak, ‘Maaf kalau saya tidak lolos.’ Karena saya tahu saingan di FK-KMK UGM sangat berat," tambahnya.

Beasiswa yang Meringankan Beban

Berkat prestasi dan kerja kerasnya, Erlin mendapatkan Beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 100 persen dari UGM.

"Penghasilan ayah saya sebagai buruh hanya sekitar dua juta per bulan, itu pun tidak tetap. Tanpa beasiswa, rasanya sangat berat untuk bisa kuliah di luar Papua," ungkap Erlin bersyukur.

Ibu Erlin, Fereonika Sa, juga mengungkapkan kebahagiaannya atas penerimaan anaknya di UGM.

Baca juga: BEM UGM dan Undip Hengkang dari Aliansi, Ini Sejarah BEM SI Kerakyatan

"Saya berharap dengan semua yang anak saya dapat dari UGM ini boleh menjadi bekal dia ke depannya untuk menjadi seorang dokter yang bertanggung jawab terhadap seluruh tugas-tugasnya dengan sepenuh hati," harapnya.

Kisah Maria Elisabeth Ponda adalah gambaran nyata tentang ketekunan dan semangat yang tak pernah padam.

Mimpi besarnya untuk menjadi dokter bukan hanya sebuah tujuan, tetapi juga sebagai bentuk pengabdian untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau