Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon, Pelaku Manfaatkan Korban yang Buta Huruf, Kerugian Rp 3,5 Miliar

Kompas.com, 20 Juni 2025, 20:59 WIB
Wijaya Kusuma,
Krisiandi

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) mengungkapkan kronologi kasus dugaan mafia tanah yang menimpa Tupon Hadi Suwarno atau Mbah Tupon, warga Kabupaten Bantul.

Dalam kasus ini, tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Tujuh tersangka tersebut terdiri dari inisial BR, TK, VW, TY, MA, IF, dan AH.

Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Pol Idham Mahdi, menjelaskan bahwa peristiwa ini terjadi antara tahun 2022 hingga 2024 di Kalurahan Ngentak, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul.

Baca juga: Ini Pasal yang Diterapkan ke 7 Tersangka Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon

"Awalnya, Tupon Hadi Suwarno memiliki tanah seluas 2.103 meter persegi, di mana sebagian dijual kepada saudari SP melalui BR seluas 298 meter persegi dengan kesepakatan harga Rp 1 juta per meter," ujarnya dalam konferensi pers di Mapolda DIY, Jumat (20/06/2025).

Idham Mahdi menambahkan bahwa Mbah Tupon juga mewakafkan sebagian tanahnya untuk digunakan sebagai gudang RT seluas 55 meter persegi dan jalan umum seluas 101 meter persegi.

"Sertifikat itu dipecah menjadi dua bagian: 1.765 meter persegi dan 292 meter persegi, sementara sisanya diwakafkan," ungkapnya.

Sekitar akhir tahun 2022 hingga awal 2023, sertifikat nomor 24451 seluas 1.765 meter persegi atas nama Tupon Hadi Suwarno dan sertifikat nomor 24452 seluas 292 meter persegi diminta oleh saudara BR untuk proses balik nama dan pecah bidang.

Baca juga: Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon, 6 dari 7 Tersangka Ditahan

Pada tahun 2024, Mbah Tupon didatangi oleh TK dan TY untuk menandatangani dokumen proses pecah bidang terhadap SHM nomor 24451.

Saat itu TK mmeminta Mbah Tupon dan Amdiyah Wati, istri Tupon, untuk menandatangani dokumen tersebut tanpa dibacakan.

"Pelapor dan Amdiyah Wati melakukan tandatangan tanpa dibacakan isi dokumen tersebut. Mereka percaya karena sebelumnya sudah ada hubungan, dan diyakini bahwa BR adalah mantan lurah," jelasnya.

Pada April 2024, pelapor diantar oleh TK untuk menemui BR dengan maksud untuk pecah bidang.

"Saat itu, pelapor dan Amdiyah Wati diminta tandatangan oleh VW tanpa penjelasan isi dokumen," tuturnya.

Baca juga: Peran 7 Tersangka Mafia Tanah di DIY, Korban Mbah Tupon Dimanipulasi karena Buta Huruf

Idham Mahdi menyatakan bahwa pada April 2025, Mbah Tupon diberitahu oleh Sihono bahwa SHM nomor 24451 dalam proses lelang di salah satu bank, sementara SHM nomor 24452 dijadikan jaminan utang oleh VW kepada Murtijo.

"Kasus ini dilaporkan ke Ditreskrimum Polda DIY pada bulan April," katanya.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau