YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan suami istri di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Hedi Ludiman (49) dan Evi Fatimah (38) diduga menjadi korban praktik mafia tanah.
Hedi yang merupakan guru honorer sekolah swasta ini sudah 12 tahun berjuang untuk mendapatkan kembali sertifikat tanah milik istrinya.
Sertifikat tersebut tanpa sepengetahuan Hedi dan Evi telah digadaikan ke bank dan beralih nama.
Tanah tersebut berada di Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman dengan luas 1.475 meter persegi. Di atas tanah tersebut berdiri bangunan rumah berukuran 8 meter X 16 meter.
Baca juga: Toko Mama Khas Banjar Tutup, Pemilik: Mental Kami Hancur, Kami Trauma
Terkait hal tersebut, Bupati Sleman Harda Kiswaya mengatakan perlu mengetahui terlebih dahulu terkait dengan duduk perkaranya.
"Kalau peristiwanya mungkin bisa saja terjadi. Tapi saya harus tahu persis sehingga saya bisa menanggapi," ujar Bupati Sleman Harda Kiswaya saat dihubungi, Senin (12/05/2025).
Harda menyarankan Hedi serta Evi datang langsung ke Pemkab Sleman dan bertemu. Sekaligus membawa data-data yang dimiliki.
Baca juga: Penyebab Tutupnya Toko Mama Khas Banjar, karena Produk Kedaluwarsa?
Baca juga: Cerita Pilu Mbah Tupon: Tanah 1.655 Meter Persegi Beralih Nama, Kini Terancam Dilelang
Sehingga pihaknya dapat mengetahui secara detail duduk permasalahannya.
"Supaya tidak terjadi bias, lebih baik ketemu langsung. Nanti bawa data-data, kita coba urai, kita jelaskan nanti, saya siap," ungkapnya.
Pada prinsipnya Pemkab Sleman akan membantu setiap warganya. Bantuan ini pun tanpa dipungut biaya atau gratis.
"Iya (datang ke kantor), saya bantu. Nggak bayar, nggak ada biaya apa pun. Saya bantu," tuturnya.
Baca juga: Penyebab Tutupnya Toko Mama Khas Banjar, karena Produk Kedaluwarsa?
Diketahui, Hedi pernah melakukan upaya gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman. Gugatan perdata tersebut dilayangkan kepada inisial SJ dan SH termasuk pihak bank.
Namun putusan dari gugatan perdata tersebut Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima.
Terkait dengan hal tersebut, Humas Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Cahyono mengatakan tak bisa memberikan tanggapan terkait dengan putusan.
"Coba besok konsultasi ke paniteraan perdata, apakah bisa diajukan upaya Hukum Luar Biasa atau Peninjuan Kembali. Besok konsultasi saja ke bagian paniteraan perdata," ucap Cahyono.
Baca juga: Daihatsu Grand Max Tabrak Motor di Kebumen, 3 Remaja Tewas
Dikatakan Cahyono, batas waktu untuk banding sudah habis. Sebab putusan tersebut pada 2015.
Kendati demikian, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan yang baru.
"Waktu bandingnya sudah habis. Dapat ajukan gugatan baru dengan format gugatan yang baru, mungkin kemarin kurang pihaknya," ungkapnya.
Melalui konsultasi dengan paniteraan perdata tersebut akan dipelajari sebab putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO).
"Jadi dipelajari dulu sebabnya putusan NO tersebut, apa kurang pihak, legal standing atau kabur," tuturnya.
Baca juga: Ledakan Amunisi di Garut, TNI Beberkan Dugaan Penyebab dan Kebiasaan Warga
Peristiwa yang menimpa Hedi Ludiman (49) dan Evi Fatimah (38) berawal pada 2011. Saat itu ada dua orang yakni inisial SJ dan SH datang untuk mengontrak rumah.
Keduanya hendak mengontrak rumah di atas tanah seluas 1.475 meter persegi tersebut selama 5 tahun untuk konveksi.
Saat itu SJ dan SH sepakat mengontrak lima tahun dengan biaya Rp 25 juta dengan dibayar secara diangsur.
Baca juga: Saya Merasa Berdagang Tidak Mudah, Ada Kesalahan Barang Disita, dan Langsung Dipidana
Sebagai jaminan keduanya meminta sertifikat tanah kepada Evi sebelum menempati rumah tersebut.
Setelah itu Evi diajak oleh SJ dan SH ke kantor notaris dengan alasan membuat perjanjian mengontrak rumah.
Di kantor notaris itu, SH meminta Evi tandatangan tanpa diperbolehkan membaca isinya.
Namun setelah itu, Evi tiba-tiba didatangi pihak bank karena sertifikat sudah dianggunkan dan kreditnya macet. Bahkan sertifat juga telah dialih nama atas nama SJ.
Baca juga: Tanah Mbah Tupon Dilelang Bank, Bupati Bantul: Pasti Kita Hentikan
Hedi lantas melaporkan peristiwa itu ke polisi.
Akhirnya polisi menangkap SH dan di dalam persidangan dijatuhi hukuman 9 bulan penjara. Sedangkan SJ masuk dalam DPO.
Tak hanya itu Hedi juga menggugat pihak bank serta SJ dan SH secara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman.
Namun putusan dari gugatan perdata tersebut Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima.
Bahkan pada 2024, sertifikat tersebut kembali beralih nama ke inisial RZA setelah ada lelang. Padahal saat itu sertifikat sudah diblokir.
Baca juga: Perjuangan Guru Honorer di Sleman: 12 Tahun Melawan Mafia Tanah, Sertifikat Belum Kembali
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang