Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons Bupati dan Pengadilan soal Kasus Mafia Tanah Guru Honorer di Sleman

Kompas.com, 12 Mei 2025, 21:41 WIB
Wijaya Kusuma,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan suami istri di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Hedi Ludiman (49) dan Evi Fatimah (38) diduga menjadi korban praktik mafia tanah. 

Hedi yang merupakan guru honorer sekolah swasta ini sudah 12 tahun berjuang untuk mendapatkan kembali sertifikat tanah milik istrinya.

Sertifikat tersebut tanpa sepengetahuan Hedi dan Evi telah digadaikan ke bank dan beralih nama. 

Tanah tersebut berada di Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman dengan luas 1.475 meter persegi. Di atas tanah tersebut berdiri bangunan rumah berukuran 8 meter X 16 meter. 

Baca juga: Toko Mama Khas Banjar Tutup, Pemilik: Mental Kami Hancur, Kami Trauma

Terkait hal tersebut, Bupati Sleman Harda Kiswaya mengatakan perlu mengetahui terlebih dahulu terkait dengan duduk perkaranya. 

"Kalau peristiwanya mungkin bisa saja terjadi. Tapi saya harus tahu persis sehingga saya bisa menanggapi," ujar Bupati Sleman Harda Kiswaya saat dihubungi, Senin (12/05/2025). 

Harda menyarankan Hedi serta Evi datang langsung ke Pemkab Sleman dan bertemu. Sekaligus membawa data-data yang dimiliki. 

Baca juga: Penyebab Tutupnya Toko Mama Khas Banjar, karena Produk Kedaluwarsa?

Baca juga: Cerita Pilu Mbah Tupon: Tanah 1.655 Meter Persegi Beralih Nama, Kini Terancam Dilelang

Sehingga pihaknya dapat mengetahui secara detail duduk permasalahannya. 

"Supaya tidak terjadi bias, lebih baik ketemu langsung. Nanti bawa data-data, kita coba urai, kita jelaskan nanti, saya siap," ungkapnya. 

Pada prinsipnya Pemkab Sleman akan membantu setiap warganya. Bantuan ini pun tanpa dipungut biaya atau gratis.

"Iya (datang ke kantor), saya bantu. Nggak bayar, nggak ada biaya apa pun. Saya bantu," tuturnya.

Baca juga: Penyebab Tutupnya Toko Mama Khas Banjar, karena Produk Kedaluwarsa?

Tanggapan Pengadilan Negeri Sleman

Diketahui, Hedi pernah melakukan upaya gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman. Gugatan perdata tersebut dilayangkan kepada inisial SJ dan SH termasuk pihak bank. 

Namun putusan dari gugatan perdata tersebut Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima. 

Terkait dengan hal tersebut, Humas Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Cahyono mengatakan tak bisa memberikan tanggapan terkait dengan putusan. 

"Coba besok konsultasi ke paniteraan perdata, apakah bisa diajukan upaya Hukum Luar Biasa atau Peninjuan Kembali. Besok konsultasi saja ke bagian paniteraan perdata," ucap Cahyono. 

Baca juga: Daihatsu Grand Max Tabrak Motor di Kebumen, 3 Remaja Tewas

Dikatakan Cahyono, batas waktu untuk banding sudah habis. Sebab putusan tersebut pada 2015. 

Kendati demikian, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan yang baru. 

"Waktu bandingnya sudah habis. Dapat ajukan gugatan baru dengan format gugatan yang baru, mungkin kemarin kurang pihaknya," ungkapnya. 

Melalui konsultasi dengan paniteraan perdata tersebut akan dipelajari sebab putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). 

"Jadi dipelajari dulu sebabnya putusan NO tersebut, apa kurang pihak, legal standing atau kabur," tuturnya. 

Baca juga: Ledakan Amunisi di Garut, TNI Beberkan Dugaan Penyebab dan Kebiasaan Warga

Awal mula permasalah yang menimpa Hedi dan Evi

Peristiwa yang menimpa Hedi Ludiman (49) dan Evi Fatimah (38) berawal pada 2011. Saat itu ada dua orang yakni inisial SJ dan SH datang untuk mengontrak rumah. 

Keduanya hendak mengontrak rumah di atas tanah seluas 1.475 meter persegi tersebut selama 5 tahun untuk konveksi. 

Saat itu SJ dan SH sepakat mengontrak lima tahun dengan biaya Rp 25 juta dengan dibayar secara diangsur.

Baca juga: Saya Merasa Berdagang Tidak Mudah, Ada Kesalahan Barang Disita, dan Langsung Dipidana

Sebagai jaminan keduanya meminta sertifikat tanah kepada Evi sebelum menempati rumah tersebut. 

Setelah itu Evi diajak oleh SJ dan SH ke kantor notaris dengan alasan membuat perjanjian mengontrak rumah.

Di kantor notaris itu, SH meminta Evi tandatangan tanpa diperbolehkan membaca isinya. 

Namun setelah itu, Evi tiba-tiba didatangi pihak bank karena sertifikat sudah dianggunkan dan kreditnya macet. Bahkan sertifat juga telah dialih nama atas nama SJ. 

Baca juga: Tanah Mbah Tupon Dilelang Bank, Bupati Bantul: Pasti Kita Hentikan

Hedi lantas melaporkan peristiwa itu ke polisi.

Akhirnya polisi menangkap SH dan di dalam persidangan dijatuhi hukuman 9 bulan penjara. Sedangkan SJ masuk dalam DPO. 

Tak hanya itu Hedi juga menggugat pihak bank serta SJ dan SH secara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman.

Namun putusan dari gugatan perdata tersebut Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima. 

Bahkan pada 2024, sertifikat tersebut kembali beralih nama ke inisial RZA setelah ada lelang. Padahal saat itu sertifikat sudah diblokir.

Baca juga: Perjuangan Guru Honorer di Sleman: 12 Tahun Melawan Mafia Tanah, Sertifikat Belum Kembali

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau