Salin Artikel

Respons Bupati dan Pengadilan soal Kasus Mafia Tanah Guru Honorer di Sleman

Hedi yang merupakan guru honorer sekolah swasta ini sudah 12 tahun berjuang untuk mendapatkan kembali sertifikat tanah milik istrinya.

Sertifikat tersebut tanpa sepengetahuan Hedi dan Evi telah digadaikan ke bank dan beralih nama. 

Tanah tersebut berada di Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman dengan luas 1.475 meter persegi. Di atas tanah tersebut berdiri bangunan rumah berukuran 8 meter X 16 meter. 

Terkait hal tersebut, Bupati Sleman Harda Kiswaya mengatakan perlu mengetahui terlebih dahulu terkait dengan duduk perkaranya. 

"Kalau peristiwanya mungkin bisa saja terjadi. Tapi saya harus tahu persis sehingga saya bisa menanggapi," ujar Bupati Sleman Harda Kiswaya saat dihubungi, Senin (12/05/2025). 

Harda menyarankan Hedi serta Evi datang langsung ke Pemkab Sleman dan bertemu. Sekaligus membawa data-data yang dimiliki. 

Sehingga pihaknya dapat mengetahui secara detail duduk permasalahannya. 

"Supaya tidak terjadi bias, lebih baik ketemu langsung. Nanti bawa data-data, kita coba urai, kita jelaskan nanti, saya siap," ungkapnya. 

Pada prinsipnya Pemkab Sleman akan membantu setiap warganya. Bantuan ini pun tanpa dipungut biaya atau gratis.

"Iya (datang ke kantor), saya bantu. Nggak bayar, nggak ada biaya apa pun. Saya bantu," tuturnya.

Tanggapan Pengadilan Negeri Sleman

Diketahui, Hedi pernah melakukan upaya gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman. Gugatan perdata tersebut dilayangkan kepada inisial SJ dan SH termasuk pihak bank. 

Namun putusan dari gugatan perdata tersebut Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima. 

Terkait dengan hal tersebut, Humas Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Cahyono mengatakan tak bisa memberikan tanggapan terkait dengan putusan. 

"Coba besok konsultasi ke paniteraan perdata, apakah bisa diajukan upaya Hukum Luar Biasa atau Peninjuan Kembali. Besok konsultasi saja ke bagian paniteraan perdata," ucap Cahyono. 

Dikatakan Cahyono, batas waktu untuk banding sudah habis. Sebab putusan tersebut pada 2015. 

Kendati demikian, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan yang baru. 

"Waktu bandingnya sudah habis. Dapat ajukan gugatan baru dengan format gugatan yang baru, mungkin kemarin kurang pihaknya," ungkapnya. 

Melalui konsultasi dengan paniteraan perdata tersebut akan dipelajari sebab putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). 

"Jadi dipelajari dulu sebabnya putusan NO tersebut, apa kurang pihak, legal standing atau kabur," tuturnya. 

Awal mula permasalah yang menimpa Hedi dan Evi

Peristiwa yang menimpa Hedi Ludiman (49) dan Evi Fatimah (38) berawal pada 2011. Saat itu ada dua orang yakni inisial SJ dan SH datang untuk mengontrak rumah. 

Keduanya hendak mengontrak rumah di atas tanah seluas 1.475 meter persegi tersebut selama 5 tahun untuk konveksi. 

Saat itu SJ dan SH sepakat mengontrak lima tahun dengan biaya Rp 25 juta dengan dibayar secara diangsur.

Sebagai jaminan keduanya meminta sertifikat tanah kepada Evi sebelum menempati rumah tersebut. 

Setelah itu Evi diajak oleh SJ dan SH ke kantor notaris dengan alasan membuat perjanjian mengontrak rumah.

Di kantor notaris itu, SH meminta Evi tandatangan tanpa diperbolehkan membaca isinya. 

Namun setelah itu, Evi tiba-tiba didatangi pihak bank karena sertifikat sudah dianggunkan dan kreditnya macet. Bahkan sertifat juga telah dialih nama atas nama SJ. 

Hedi lantas melaporkan peristiwa itu ke polisi.

Akhirnya polisi menangkap SH dan di dalam persidangan dijatuhi hukuman 9 bulan penjara. Sedangkan SJ masuk dalam DPO. 

Tak hanya itu Hedi juga menggugat pihak bank serta SJ dan SH secara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman.

Namun putusan dari gugatan perdata tersebut Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima. 

Bahkan pada 2024, sertifikat tersebut kembali beralih nama ke inisial RZA setelah ada lelang. Padahal saat itu sertifikat sudah diblokir.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2025/05/12/214159178/respons-bupati-dan-pengadilan-soal-kasus-mafia-tanah-guru-honorer-di

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com