Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pilu Mbah Tupon: Tanah 1.655 Meter Persegi Beralih Nama, Kini Terancam Dilelang

Kompas.com, 29 April 2025, 05:30 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Mbah Tupon (68), warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terancam kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi dan bangunan berupa dua rumah. 

Sebab, sertifikat pada tanah itu telah beralih nama.

Diduga, Mbah Tupon telah menjadi korban mafia tanah.

Saat ini, kasus terkait sertifikat Mbah Tupon tersebut telah dilaporkan ke Polda DIY.

Baca juga: Mbah Tupon, Kasus Mafia Tanah di Yogyakarta, dan Proses Hukumnya

Anak pertama Mbah Tupon Heri Setiawan mengatakan, kronologi peristiwa yang menimpa ayahnya ini bermula pada pada 2020, saat itu Mbah Tupon hendak menjual sebagian tanah miliknya, yaitu 298 meter persegi dari total 2.100 meter persegi. 

Pembeli berinisial BR ingin membeli tanah milik Mbah Tupon seluas 298 meter persegi.

Pada momen itu, Mbah Tupon juga menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan seluas 90 meter persegi, dan setelah itu ia menghibahkan tanah seluas 54 meter persegi untuk gudang RT.

"Terus dipecah sertifikatnya, untuk jalan itu sudah jadi sertifikatnya," katanya, Sabtu (26/4/2025).

Baca juga: Viral, Video Mbah Bingah Pungut Sampah Gunung Merbabu, Berhenti sejak 2017?

Baca juga: Diminta Suami Mbak Ita, Sejumlah Camat di Semarang Sempat Kembalikan Uang Ratusan Juta ke BPK

Berinisiatif memecah sertifikat

Mbah Tupon saat ditemui di rumahnya setelah cari pakan ternak, Sabtu (26/4/2025)KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO Mbah Tupon saat ditemui di rumahnya setelah cari pakan ternak, Sabtu (26/4/2025)

Lalu, BR menanyakan sertifikat dan berinisiatif untuk memecah sertifikat pada sisa tanah seluas 1.655 meter persegi menjadi 4 sertifikat.

Empat sertifikat tanah itu rencananya akan atas nama Mbah Tupon dan anak-anaknya sebanyak tiga orang.

Namun yang terjadi adalah sertifikat milik Mbah Tupon itu sudah beralih tangan, dengan atas nama inisial IF.

Sertifikat ini lalu diagunkan ke bank dengan utang senilai Rp 1,5 miliar. 

Baca juga: Update Tragedi Gontor Magelang, 4 Santri Meninggal, 25 Luka-luka

Pihak bank lalu datang ke rumah Mbah Tupon dengan membawa salinan sertifikat tersebut.

Dan menyampaikan kepada anak Mbah Tupon bahwa sertifikat telah diagunkan, dan selama uang telah diterima IF, yang bersangkutan tak pernah mengangsur selama 4 bulan.

Alhasil tanah dan dua rumah milik keluarga Mbah Tupon dilelang tahap pertama oleh bank.

Keluarga Mbah Tupon lalu melaporkan kasus ini kepada Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Baca juga: Respons Keraton Solo soal Usulan Daerah Istimewa Surakarta

Nama mantan anggota DPRD Bantul disebut ikut terlibat

Mbah Tupon saat ditemui di rumahnya setelah cari pakan ternak, Sabtu (26/4/2025)KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO Mbah Tupon saat ditemui di rumahnya setelah cari pakan ternak, Sabtu (26/4/2025)

Nama anggota DPRD Bantul periode 2019-2024 Bibit Rustamto (BR) menjadi salah satu nama yang dilaporkan dalam kasus mafia tanah yang menimpa warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Mbah Tupon. 

Saat dikonfirmasi, Bibit menjelaskan kronologis peristiwa yang menimpa Mbah Tupon dalam versinya.

Menurut Bibit, dalam kasus yang menimpa Mbah Tupon, dirinya hanya ingin membantu Mbah Tupon memecah tanah seluas 1.655 meter persegi.

"Saya hanya menerima permohonan bantuan Mbah Tupon," katanya saat dihubungi, Senin (28/4/2025).

Baca juga: Hati-hati Predator Seks di Jepara, 21 Anak di Bawah Umur Jadi Korban Pencabulan

Kasus ini bermula ketika Mbah Tupon akan menjual sebagian tanahnya dan membangunkan rumah untuk rumah putra pertamanya.

Selain itu, Mbah Tupon juga ingin mewakafkan sebagian tanah untuk jalan dan gudang RT.

Proses ini bermula sekitar tahun 2020 hingga 2021.

Mbah Tupon menjual sebagian tanahnya ke Bibit Rustamta seluas 298 meter persegi, dan proses pecah tanah selesai pada 2023 lalu.

"Tahun 2023 akhirnya pecah pertama melalui notaris yang dipilih oleh Bapak Tupon," kata dia.

"Ada saudaranya (Mbah Tupon) yang menyampaikan kepada saya kalau notaris yang pecah pertama sudah tidak bersedia proses pecah kedua. Karena, perlu waktu melakukannya," jelasnya.

Baca juga: Mengenal Temon, Kera Peliharaan Mbok Yem yang Jahil

Saat dihubungi Bibit juga menyampaikan rincian kronologis melalui keterangan tertulis.

Menurut Bibit, dirinya berniat memberi bantuan kepada Mbah Tupon untuk memecah tanah seluas 1.655 meter persegi menjadi 4 yang rencananya di atas nama Mbah Tupon, dan ketiga anaknya.

"Tahun 2021, Bapak Tupon bermaksud untuk melakukan wakaf tanah bagi kegiatan warga RT, bersamaan dengan itu maka sekalian pecah tanah bagi, wakaf RT dan anak anaknya serta untuk dijual sebagian sebagai biaya prosesnya," ujarnya.

Beberapa waktu berselang, terlapor lainnya berinisial TR datang ke rumah untuk membicarakan persoalan lain.

Dalam pertemuan itu, Bibit menyampaikan dirinya diminta tolong untuk memecah sertifikat.

"Saya bertanya kepada TR apakah ada kenalan notaris yang bisa memproses? TR menjawab ada dan siap membantu," beber dia.

Baca juga: Akun Instagram Disdikpora DIY Diretas, Unggah Foto Emas Batangan

Polda DIY proses laporan Mbah Tupon

baner tanda tangan warga dan pengumuman tanah dalam sengeketa di halaman rumah Mbah Tupon, Sabtu (26/4/2025)KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO baner tanda tangan warga dan pengumuman tanah dalam sengeketa di halaman rumah Mbah Tupon, Sabtu (26/4/2025)

Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) masih mendalami dugaan kasus praktik mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon (68), seorang petani asal Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Kabupaten Bantul.

Mbah Tupon terancam kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi beserta dua bangunan rumah yang berdiri di atasnya.

Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Ihsan, mengatakan laporan terkait kasus ini baru diterima pada 14 April 2025.

"Ini baru ditangani, baru laporan kemarin tanggal 14 April," ujar Ihsan saat dihubungi, Senin (28/4/2025).

Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Pol Idham Mahdi, menyebutkan bahwa tiga orang saksi dari pihak pelapor telah dimintai keterangan. 

"Sudah ada tiga orang (yang dimintai keterangan)," kata Idham.

Baca juga: Cerita Petani di Sulsel Curi 2 Karung Merica Berujung Pidana

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menyatakan komitmennya untuk memberikan pendampingan hukum kepada Tupon (68), warga Ngentak, Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, yang diduga menjadi korban mafia tanah.

Jika Tupon bersedia, Pemkab akan menyediakan pengacara untuk membantunya. 

"Jika beliau berkenan didampingi, dari Pemkab nanti kita siapkan pengacara untuk mendampingi permasalahan pak Tupon ini sampai selesai," kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Bantul, Hermawan Setiaji, saat dihubungi wartawan di Bantul, Minggu (27/4/2025).

Baca juga: Disebut di Dakwaan, Ade Bhakti Siap Buka-bukaan soal Kasus Mbak Ita

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau