Sebab, sertifikat pada tanah itu telah beralih nama.
Diduga, Mbah Tupon telah menjadi korban mafia tanah.
Saat ini, kasus terkait sertifikat Mbah Tupon tersebut telah dilaporkan ke Polda DIY.
Anak pertama Mbah Tupon Heri Setiawan mengatakan, kronologi peristiwa yang menimpa ayahnya ini bermula pada pada 2020, saat itu Mbah Tupon hendak menjual sebagian tanah miliknya, yaitu 298 meter persegi dari total 2.100 meter persegi.
Pembeli berinisial BR ingin membeli tanah milik Mbah Tupon seluas 298 meter persegi.
Pada momen itu, Mbah Tupon juga menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan seluas 90 meter persegi, dan setelah itu ia menghibahkan tanah seluas 54 meter persegi untuk gudang RT.
"Terus dipecah sertifikatnya, untuk jalan itu sudah jadi sertifikatnya," katanya, Sabtu (26/4/2025).
Lalu, BR menanyakan sertifikat dan berinisiatif untuk memecah sertifikat pada sisa tanah seluas 1.655 meter persegi menjadi 4 sertifikat.
Empat sertifikat tanah itu rencananya akan atas nama Mbah Tupon dan anak-anaknya sebanyak tiga orang.
Namun yang terjadi adalah sertifikat milik Mbah Tupon itu sudah beralih tangan, dengan atas nama inisial IF.
Sertifikat ini lalu diagunkan ke bank dengan utang senilai Rp 1,5 miliar.
Pihak bank lalu datang ke rumah Mbah Tupon dengan membawa salinan sertifikat tersebut.
Dan menyampaikan kepada anak Mbah Tupon bahwa sertifikat telah diagunkan, dan selama uang telah diterima IF, yang bersangkutan tak pernah mengangsur selama 4 bulan.
Alhasil tanah dan dua rumah milik keluarga Mbah Tupon dilelang tahap pertama oleh bank.
Keluarga Mbah Tupon lalu melaporkan kasus ini kepada Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Nama anggota DPRD Bantul periode 2019-2024 Bibit Rustamto (BR) menjadi salah satu nama yang dilaporkan dalam kasus mafia tanah yang menimpa warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Mbah Tupon.
Saat dikonfirmasi, Bibit menjelaskan kronologis peristiwa yang menimpa Mbah Tupon dalam versinya.
Menurut Bibit, dalam kasus yang menimpa Mbah Tupon, dirinya hanya ingin membantu Mbah Tupon memecah tanah seluas 1.655 meter persegi.
"Saya hanya menerima permohonan bantuan Mbah Tupon," katanya saat dihubungi, Senin (28/4/2025).
Kasus ini bermula ketika Mbah Tupon akan menjual sebagian tanahnya dan membangunkan rumah untuk rumah putra pertamanya.
Selain itu, Mbah Tupon juga ingin mewakafkan sebagian tanah untuk jalan dan gudang RT.
Proses ini bermula sekitar tahun 2020 hingga 2021.
Mbah Tupon menjual sebagian tanahnya ke Bibit Rustamta seluas 298 meter persegi, dan proses pecah tanah selesai pada 2023 lalu.
"Tahun 2023 akhirnya pecah pertama melalui notaris yang dipilih oleh Bapak Tupon," kata dia.
"Ada saudaranya (Mbah Tupon) yang menyampaikan kepada saya kalau notaris yang pecah pertama sudah tidak bersedia proses pecah kedua. Karena, perlu waktu melakukannya," jelasnya.
Saat dihubungi Bibit juga menyampaikan rincian kronologis melalui keterangan tertulis.
Menurut Bibit, dirinya berniat memberi bantuan kepada Mbah Tupon untuk memecah tanah seluas 1.655 meter persegi menjadi 4 yang rencananya di atas nama Mbah Tupon, dan ketiga anaknya.
"Tahun 2021, Bapak Tupon bermaksud untuk melakukan wakaf tanah bagi kegiatan warga RT, bersamaan dengan itu maka sekalian pecah tanah bagi, wakaf RT dan anak anaknya serta untuk dijual sebagian sebagai biaya prosesnya," ujarnya.
Beberapa waktu berselang, terlapor lainnya berinisial TR datang ke rumah untuk membicarakan persoalan lain.
Dalam pertemuan itu, Bibit menyampaikan dirinya diminta tolong untuk memecah sertifikat.
"Saya bertanya kepada TR apakah ada kenalan notaris yang bisa memproses? TR menjawab ada dan siap membantu," beber dia.
Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) masih mendalami dugaan kasus praktik mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon (68), seorang petani asal Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Kabupaten Bantul.
Mbah Tupon terancam kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi beserta dua bangunan rumah yang berdiri di atasnya.
Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Ihsan, mengatakan laporan terkait kasus ini baru diterima pada 14 April 2025.
"Ini baru ditangani, baru laporan kemarin tanggal 14 April," ujar Ihsan saat dihubungi, Senin (28/4/2025).
Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Pol Idham Mahdi, menyebutkan bahwa tiga orang saksi dari pihak pelapor telah dimintai keterangan.
"Sudah ada tiga orang (yang dimintai keterangan)," kata Idham.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menyatakan komitmennya untuk memberikan pendampingan hukum kepada Tupon (68), warga Ngentak, Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, yang diduga menjadi korban mafia tanah.
Jika Tupon bersedia, Pemkab akan menyediakan pengacara untuk membantunya.
"Jika beliau berkenan didampingi, dari Pemkab nanti kita siapkan pengacara untuk mendampingi permasalahan pak Tupon ini sampai selesai," kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Bantul, Hermawan Setiaji, saat dihubungi wartawan di Bantul, Minggu (27/4/2025).
https://yogyakarta.kompas.com/read/2025/04/29/053000178/cerita-pilu-mbah-tupon--tanah-1.655-meter-persegi-beralih-nama-kini