Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 Hari Pertama Prabowo-Gibran, Pakar UGM Soroti Makan Bergizi Gratis hingga Efisiensi Anggaran

Kompas.com, 8 Februari 2025, 08:03 WIB
Wijaya Kusuma,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah 100 hari menjabat.

Pakar Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan pandangannya terkait 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran.

Dosen Fisipol UGM, Mada Sukmajati, fokus menyoroti delapan program hasil terbaik cepat Prabowo-Gibran.

"Asta Cita menurut saya terlalu abstrak, tapi di visi misi programnya Pak Prabowo-Gibran ada delapan program hasil terbaik cepat," ujar Mada Sukmajati dalam acara Pojok Bulaksumur dengan tema "Dari Janji ke Aksi: 100 Hari Program Kerja Prabowo-Gibran" yang digelar di selasar Gedung Pusat UGM, Jumat (7/02/2025).

Baca juga: Pakar UGM Sebut Pembangunan Sekolah Rakyat Bukan Hal Mendesak

Mada menyampaikan, delapan program hasil terbaik cepat ini seharusnya menjadi fokus 100 hari kerja Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Bahkan, bisa berlanjut maksimal sampai satu tahun.

Delapan program hasil terbaik cepat ada yang sudah dilaksanakan dan ada yang masih dalam rencana.

Program makan bergizi gratis menurut Mada memang sudah mulai dilaksanakan.

Hanya saja, masih minim dalam perencanaan.

"Menurut saya desain Makan Bergizi Gratis ini nggak jelas. Ini istilahnya itu delapan program terbaik cepat, ini harusnya bisa lebih diperjelas desainnya. Kalau pun sudah dilakukan, evaluasinya apa kita juga nggak tahu," ucapnya.

Baca juga: Soal Serangan Siber PDN, Berikut Langkah Menjaga Keamanan Versi Pakar UGM

Soal program pemeriksaan kesehatan gratis, menurunkan kasus TBC, dan membangun rumah sakit lengkap dan berkualitas di kabupaten, menurut Mada, juga belum kelihatan.

Program mencetak dan meningkatkan produktivitas pertanian dengan lumbung pangan desa, daerah, dan nasional sudah berjalan.

"Tapi apa desainnya, prosesnya partisipatif atau nggak, membuka lahan itu dan seterusnya juga nggak jelas. Yang kita lihat justru dinamika dengan masyarakat lokal di sana," ucapnya.

Program membangun sekolah-sekolah unggul terintegrasi di setiap kabupaten dan memperbaiki sekolah-sekolah yang perlu direnovasi, menurut Mada, masih sebatas wacana.

Selain itu, perencanaannya seperti apa juga masih belum jelas.

Baca juga: Jelang Idul Adha, Begini Cara Memilih Sapi Kurban Menurut Pakar UGM

Mada juga menyoroti terkait program menaikkan gaji ASN, terutama guru, dosen, dan tenaga kesehatan.

"Tukinnya mau kemana ini? Dan ini juga isunya nggak tahu ada THR nggak ini?" ucapnya.

Program melanjutkan pembangunan infrastruktur desa, BLT, dan menyediakan rumah murah, diungkapkan Mada, juga belum kelihatan.

Bahkan, untuk rumah murah masih dalam rencana.

Menurut Mada, seharusnya untuk masing-masing program harus sudah ada perencanaan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

"Padahal ini sudah 100 hari, harusnya 100 hari itu sudah ada desain di masing-masing program," tuturnya.

Baca juga: Soal Isu Reshuffle Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri PU: Saya Ini Batur, Pembantu

Sementara itu, Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM Yudistira Permana memberikan tanggapannya terkait pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga.

Yudistira Permana melihat pemangkasan anggaran ini merupakan titik kulminasi.

"Pemangkasan anggaran ini, hemat saya, adalah titik kulminasi, bom waktu yang akhirnya 'bledos'nya tahun ini," ucapnya.

Yudistira menyampaikan situasi saat ini tidak lepas dari adanya pembiaran tata kelola yang tidak baik, mulai dari subsidi energi, pupuk, BPJS, termasuk gas.

Tata kelola yang tidak baik itu, lanjut Yudistira, imbasnya hanya menghabiskan uang negara.

Baca juga: Analisis dan Dampak Kebijakan Penghematan Anggaran Prabowo Subianto...

Kemudian, adanya pembangunan infrastruktur yang begitu masif tetapi arah untuk bisa mendapatkan return baik sosial maupun ekonominya tidak terlaksana dengan baik.

Selanjutnya, muncul adanya pandemi Covid, yang kemudian disusul krisis energi dampak perang Rusia dengan Ukraina.

"Nah, akhirnya kemudian menjadi sekarang, ini sudah hal yang terprediksi, utamanya pada saat Covid tahun 2021," tuturnya.

Soal target pertumbuhan ekonomi 8 persen, Yudistira berpendapat target pertumbuhan tersebut terlalu ambisius mengingat kondisi ekonomi global saat ini.

"Capaian 8 persen dalam lima tahun ke depan saya rasa tidak realistis tanpa strategi konkret dan kebijakan ekonomi yang lebih terstruktur," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau