Selain itu Kota Yogyakarta memiliki potensi anggaran yang bisa digunakan untuk menambah jumlah mesin insenerator yang dapat menambah kapasitas dalam pengolahan sampah.
“Ya, insenerator harus hidup karena itu bisa menyelesaikan sampah total zero waste. Ya. Total zero waste. Nah, nanti akan saya, saya ukur seberapa eh kapasitas insenerator total bisa zero waste ini,” beber dia.
Sembari menyelesaikan sampah yang sifatnya mendesak, Hasto juga akan menata kembali sistem pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta yang bersifat jangka panjang.
Program kedua untuk 100 hari kerja lanjut Hasto adalah meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) di Kota Yogyakarta.
Menurut dia, hal ini penting karena Kota Yogyakarta tidak memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang dapat diolah.
“Oleh karena itu, kami akan membangun ini berbasis kampung. Dan kami akan membuat bekerja sama dalam hal ini yang program yang saya sebut One Village One Sister University,” kata dia.
Nantinya satu kampung akan bekerjasama dengan satu universitas selai itu satu kampung juga bekerjasama dengan perusahaan. Harapannya dengan program ini SDM di kampung-kampung dapat diberdayakan dan membangun kampung masing-masing.
Menurut dia dalam membangun kampung tak harus bertema yang sama, tiap kampung memiliki potensi masing-masing sehingga dalam pengembangannya akan disesuaikan dengan potensi masing-masing kampung.
“Tidak semua jadi kampung pariwisata, mungkin aja kampung industri, UMKM, budaya, dan kemudian saya akan carikan tandem masing-masing dengan perguruan tinggi atau prodi yang relatable dengan kampung itu,” ucap mantan Bupati Kulon Progo itu.
“Dengan cara begitu saya kira kreativitas membangun kampung itu akan keluar ide-ide dari para pakar yang ada di perguruan tinggi, dan juga didukung oleh para pengusaha yang ada, eh, ini lah bentuk pentahelik yang yang kita implementasikan,” imbuh dia.
Baca juga: Pilkada Yogyakarta, Heroe dan Afnan Ucapkan Selamat kepada Hasto-Wawan
Program ketiga Hasto Wardoyo - Wawan Harmawan adalah membangun Kota Yogyakarta sebagai daerah istimewa yakni selain kota pelajar juga termasuk kota budaya, dan juga kota wisata.
“Ada sumbu filosofi, poros yang dari Krapyak sampai Keraton, kemudian Keraton, kemudian Tugu ini kan menjadi salah satu hal yang urgen untuk kita pikirkan bersama,” kata dia.
Nantinya Hasto bakal meminta pertimbangan Gubernur DIY dan juga Kasultanan untuk mengembangkan area Sumbu Filosofi di Kota Yogyakarta. Dari konsultasi itu diharapkan muncul kajian-kajian yang dapat segera ditindaklanjuti dalam waktu cepat.
“Untuk menghasilkan daya ungkit pembangunan kota. Ya, dan menjadikan magnet pariwisata,” ucapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang