Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Baru Pindah ke Bantul Diminta Iuran Rp 1,5 Juta, Ombudsman: Pungutan Bukan Kearifan Lokal

Kompas.com, 23 Juli 2024, 20:51 WIB
Maya Citra Rosa

Editor

KOMPAS.com - Ombdusman RI Perwakilan DIY menanggapi erkait adanya dugaan pungutan di Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan DIY, Budhi Masturi mengatakan, segala bentuk pungutan atau iuran apapun harus berdasar hukum atau ketentuan yang berlaku.

"Kalau nggak ada dasar pungutannya patut dipertanyakan. Istilah umumnya itu pungli (pungutan liar), tapi dalam hal ini pungutan nggak berdasar hukum lah," katanya, saat dihubungi Senin (22/7/2024), dikutip dari TribunJogja.com.

Meski pihak Kalurahan dan RT setempat mengklaim bahwa pungutan tersebut dalam rangka kearifan lokal, tapi hal ini tidak dibenarkan oleh Budhi Masturi.

"Namanya pungutan nggak bisa kearifan lokal. Kearifan lokal itu sumbangan sukarela, itu kearifan lokal. Pungutan mana ada kearifan lokal," tegas Budhi.

Melihat fakta yang terjadi, ia menyarankan Pemda DIY atau Pemkab setempat segera melakukan penertiban dan penataan.

Baca juga: Unggahan Viral Pindah ke Bantul Diminta Rp 1,5 Juta, Lurah: Ada Miskomunikasi

Pasalnya, Ombudsman RI perwakilan DIY mendengar kabar pungutan semacam ini bukan yang pertama kalinya.

Mereka pernah mendapat laporan serupa dimana seorang warga pendatang dimintai iuran ketika hendak membangun rumah.

Namun pertanggungjawaban dari uang iuran tersebut tidak dijelaskan secara pasti.

"Itu ada dulu yang lapor ke kami. Pendatang bikin rumah bayar sampai Rp1 juta dikali luas tanah. Itu warga mau lapor takut berisiko karena dia tinggal di situ. Akhirnya cuma menginformasikan saja," terang dia.

Apabila penarikan iuran semacam ini sudah terlalu meresahkan bagi masyarakat, Budhi meminta Pemda DIY harus melakukan tindakan.

"Saya kira kalau ini pada tahapan meresahkan terutama warga pendatang, pemerintah perlu mengaturnya dalam artian menegaskan pelarangannya. Atau kalau mau diatur, sekalian diatur jadi jelas pertanggungjawabannya. Nanti ada uji publiknya masyarakat menerima atau tidak," pungkasnya.

Baca juga: Soal Pungli di Lapas Cebongan, Kanwil Kemenkumham DIY: Kami Ikuti Proses Hukum

Diberitakan sebelumnya, viral cerita warga yang mengeluhkan adanya iuran saat pindah dari Kota Yogyakarta ke wilayah Kalurahan Bangunjiwo.

Dia mengaku diminta Rp 1,5 juta oleh RT setempat untuk biaya administrasi menjadi warga Bangunjiwo.

Berkaitan dengan hal ini, lurah setempat mengatakan adanya miskomunikasi antara warga dan pihak RT.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau