Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rektor UII Minta Gelar Profesor Tak Ditulis dalam Surat dan Dokumen, Kecuali di Ijazah

Kompas.com, 18 Juli 2024, 20:20 WIB
Wijaya Kusuma,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Universitas Islam Indonesia (UII) mengeluarkan surat edaran terkait penandatanganan surat, dokumen dan produk hukum. Surat edaran ini ditujukan untuk pejabat struktural di lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII).

Di surat edaran tersebut disampaikan seluruh korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah, transkrip nilai, dan yang setara itu dengan penanda tangan rektor yang selama ini tertulis gelar lengkap "Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D." agar ditulis tanpa gelar menjadi "Fathul Wahid".

Baca juga: Pelantikan Profesor Budi sebagai Dekan FK Unair Dilakukan Hari Ini secara Tertutup

Di surat tersebut juga disebutkan alasan tanpa menulis gelar adalah dalam rangka menguatkan atmosfir kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi. Surat edaran tersebut ditandatangani oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid pada 18 Juli 2024.

Saat dikonformasi, Rektor UII Fathul Wahid membenarkan surat edaran yang ditandatanganinya tersebut.

Fathul Wahid kemudian menerangkan latar belakang agar gelar akademik yang disandangnya tidak dituliskan. Dikatakan Fathul Wahid, upaya ini dilakukan agar gelarnya tidak dituliskan sudah dilakukanya sejak lama. Bahkan sejak dirinya diangkat sebagai profesor.

"Sebetulnya upaya itu sudah saya lakukan sejak lama. Sejak saya diangkat profesor, karena kami menganggap itu kan terkait dengan jabatan akademik, yang lebih punya tanggungjawab daripada berkah," ujarnya, saat dihubungi, Kamis (18/07/2024).

Fathul mengungkapkan gelar memiliki tanggungjawab akademik dan moral. Sehingga menurutnya tidak relevan untuk dicantumkam di dalam dokumen-dokumen termasuk di kartu nama.

"Tapi ini pendapat personal ya. Artinya saya tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti Saya. Saya mencoba menjadikan ini sebagai gerakan kultural, kalau ini bersambut maka itu akan sangat baik. Sehingga jabatan profesor ini lebih dianggap sebagai amanah," tandasnya.

Terkait hal ini, Fathul berharap ke depan tidak ada orang yang mengejar gelar profesor hanya untuk status.

"Kita tidak ingin ke depan di Indonesia, sekelompok orang termasuk para politisi dan pejabat mengejar-ngejar jabatan ini, karena yang dilihat tampaknya lebih ke status ya, bukan sebagai tanggungjawab amanah," tandasnya.

Terkait di struktural UII, Fathul Wahid membebaskan jika ada yang mengikuti langkahnya. Namun dirinya juga tidak melarang jika ada yang tetap akan menuliskan gelar.

Baca juga: Rektor Kembalikan Jabatan Dekan FK Unair kepada Profesor Budi

"Cuma kalau yang saya lakukan yang kecil ini diikuti saya akan sangat berbahagia dan kalau ini menjadi gerakan kolektif banyak kita mendesakralisasi jabatan profesor dan lebih menekankan profesor sebagai tanggungjawab amanah akademik, kita berharap profesi ini menjadi terhormat," urainya.

Di sisi lain, Fathul Wahid menuturkan apa yang dilakukanya ini sebagai respon atas carut marutnya pemberian gelar profesor yang terjadi saat ini.

"Ya ini sebenarnya juga sebagai respon saya, untuk memberikan perlawanan kecil, perlawanan simbolik kecil terkait dengan carut marut pemberian gelar profesor yang sekarang sedang melanda bangsa kita ini," ungkapnya.

Fathul Wahid berharap gerakan kecil yang dimulainya ini bisa terus bergulir. Sehingga kemudian diikuti oleh banyak orang.

"Ya harapannya gerakan kecil saya ini nanti menggelinding membesar, diikuti oleh banyak orang, terus kemudian ke depan jadi profesor itu ya tanggungjawab amanah tidak sesuatu status yang kemudian diglorifikasi, kemudian dianggap suci, sakral," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau