Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

39 Siswa Disabilitas Tidak Bisa Masuk SMP Negeri di Kota Yogyakarta

Kompas.com, 5 Juli 2024, 20:34 WIB
Wijaya Kusuma,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 39 siswa penyandang disabilitas tidak mendapatkan sekolah Negeri di Kota Yogyakarta melalui jalur afirmasi disabilitas.

Hal ini diduga imbas dari sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur afirmasi disabilitas tahun ini yang hanya diperbolehkan memilih tiga sekolah.

Baca juga: Diduga Terlibat Kecurangan PPDB, Seorang Siswa Mundur dari SMAN 3 Yogyakarta

Program Officer Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel Indonesia (Sigab) Ninik Heca mengatakan mendapatkan informasi ada siswa disabilitas yang tidak bisa masuk ke SMP Negeri di Kota Yogyakarta.

"Jadi kemarin ada informasi yang masuk ke Sigab bahwa ada 39 siswa difabel yang tidak bisa masuk ke sekolah negeri dalam PPDB 2024 Kota Yogyakarta," ujar Program Officer Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel Indonesia (Sigab) Ninik Heca saat ditemui, Jumat (5/07/2024).

Ninik menyampaikan, Sigab memang konsen untuk advokasi dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Termasuk juga tentang hak atas pendidikan.

"Ini kami tidak bisa membiarkan hal ini terjadi. Akhirnya kami berdiskusi di internal untuk bagaimana kita juga akan turun mengawal ini dan mencari solusinya," tandasnya.

Diungkapkan Ninik, sebagai langkah awal, pihaknya melakukan pertemuan dengan menghadirkan dari Unit Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan dan Resource Center Disdikpora Kota Yogyakarta.

Dari pertemuan ini nantinya akan ditindaklanjuti dengan mengadukan ke Ombudsman RI perwakilan DI Yogyakarta (DIY).

"Harapanya nanti ada tindakan yang bisa mewadahi 39 anak ini untuk bisa masuk ke sekolah negeri. Walaupun itu nanti akan menjadi pilihan akhirnya, karena mungkin ada beberapa yang sudah memilih ke sekolah swasta," ucapnya.

Dari informasi yang didapat Ninik dari pertemuan, ada sebanyak sembilan anak disabilitas yang sudah memilih untuk ke sekolah swasta. Mereka sudah meminta rekomendasi dari Unit Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan dan Resource Center Disdikpora Kota Yogyakarta.

"Tapi apakah mereka sudah mendaftar atau belum, kita sejauh ini juga belum memastikan itu," bebernya.

Penyebab dari 39 siswa disabilitas tidak mendapatkan SMP Negeri melalui jalur afirmasi disabilitas diduga karena penerapan sistem PPDB yang baru.

Ninik menuturkan tahun lalu sistemnya menggunakan manual. Sedangkan tahun ini menggunakan sistem online dan calon siswa hanya bisa memilih tiga sekolah. Sementara tahun sebelumnya, mereka bebas memilih di semua SMP Negeri yang ada di Kota Yogyakarta.

"Kalau tahun sebelumnya untuk PPDB Afirmasi Difabel ini tidak dibatasi hanya tiga sekolah. Bisa 16 sekolah, bisa. Jadi bisa dipastikan akan terwadahi semua yang siswa difabel," tandasnya.

"Akhirnya ketika tiga ini tidak bisa masuk, ya mereka tidak bisa memilih ke sekolah lain lagi," imbuhnya.

Padahal di Kota Yogyakarta lanjut Ninik dari informasi yang didapat saat pertemuan masih ada beberapa sekolah yang kuotanya belum terpenuhi.

"Di Kota Yogya sendiri tadi disampaikan masih ada empat sekolah yang kuotanya masih belum terpenuhi. Iya karena sudah tertutup ketika di tiga sekolah itu mereka tidak bisa masuk," tandasnya.

Baca juga: Disdikpora DIY Bakal Evaluasi Temuan ORI Soal Dugaan Kecurangan PPDB di Yogyakarta

Kata Disdikpora

Sementara itu, Kepala Unit Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan dan Resource Center Disdikpora Kota Yogyakarta Aris Widodo membenarkan adanya 39 siswa disabilitas yang tidak mendapatkan SMP Negeri.

"Aturan pokok yang membuat mereka itu terlempar kan ketika mereka sudah melakukan verifikasi dia masuk sistem online, itu tidak bisa mengubah pilihan. Kalau merubah pilihan, itu berarti undur diri tidak masuk sistem online di seluruh kota," ujar Aris Widodo.

"Sehingga ketika dia itu salah memilih sekolah, dia memilih satu, dua, tiga namun ternyata sekolah ini dipilih banyak orang sehingga penuh maka dia akan terlempar dari situ," imbuhnya.

Aris melihat permasalahan utamanya ada di sistem, sebab tiga pilihan sekolah tersebut tidak bisa mewadahi aspirasi anak. Selain itu, juga sosialisasi yang seharusnya dilakukan lebih awal dan sampai ke sasaran yakni orangtua siswa.

"Batasan pilihan yang tiga kemudian tidak bisa mengadakan perubahan, itu yang membuat anak-anak kita 39 terlempar. Sedangkan ada 33 kuota yang kosong, di empat sekolah," urainya.

Menurut Aris para siswa disabilitas yang tidak dapat masuk ke SMP Negeri, oleh Dinas Pendidikan masukan kuota ke sekolah swasta. Mereka mendapatkan jaminan pendidikan daerah sejumlah Rp 4 juta pertahun.

"Itu Rp 4 juta, yang Rp 1 juta untuk keperluan pribadi yang Rp 3 juta itu untuk operasional di sekolah. Dan itu menurut saya juga tidak cukup, artinya ketika anak terlempar ke sekolah swasta otomatis biayanya lebih besar. Itu yang membuat kita sedih di situ," ucapnya.

Aris menyampaikan sebelumnya saat menerapkan sistem manual semua siswa disabilitas bisa masuk ke sekolah negeri di Kota Yogyakarta.

"Katakanlah kayak dulu manual, semua anak diterima. Kita empat tahun berturut-turut itu tidak menolak anak satu pun, semua anak masuk kuota," tegasnya.

Menurut Aris meski masih ada kuota kosong, namun sesuai dengan peraturan PPDB sistem online 39 siswa disabilitas tersebut tidak bisa dimasukan. Sebab sistem PPDB online sudah ditutup atau dikunci.

Baca juga: Protes PPDB, Puluhan Orangtua Siswa Datangi Disdik Manokwari

"Menurut peraturan PPDB online tidak bisa, karena sudah dikunci. Kalau sudah ditutup ya sudah, ya itu yang membuat anak-anak itu dibuatkan PPDB di swasta itu kan karena nggak bisa dibuka," urainya.

Aris membenarkan ada sembilan siswa disabilitas yang memilih ke sekolah swasta. Mereka juga sudah meminta rekomendasi.

"Iya sudah lewat kami, sudah kami kirim ke swasta," bebernya.

Ditegaskan Aris seluruh siswa disabilitas wajib untuk mendapatkan sekolah. Pihaknya pun tetap akan terus beupaya agar anak-anak tersebut bisa bersekolah.

"Tapi intinya sebenarnya keberpihakan kami keberpihakan kepada anak-anak. Anak-anak itu wajib dapat sekolah," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau