Salin Artikel

39 Siswa Disabilitas Tidak Bisa Masuk SMP Negeri di Kota Yogyakarta

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 39 siswa penyandang disabilitas tidak mendapatkan sekolah Negeri di Kota Yogyakarta melalui jalur afirmasi disabilitas.

Hal ini diduga imbas dari sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur afirmasi disabilitas tahun ini yang hanya diperbolehkan memilih tiga sekolah.

Program Officer Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel Indonesia (Sigab) Ninik Heca mengatakan mendapatkan informasi ada siswa disabilitas yang tidak bisa masuk ke SMP Negeri di Kota Yogyakarta.

"Jadi kemarin ada informasi yang masuk ke Sigab bahwa ada 39 siswa difabel yang tidak bisa masuk ke sekolah negeri dalam PPDB 2024 Kota Yogyakarta," ujar Program Officer Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel Indonesia (Sigab) Ninik Heca saat ditemui, Jumat (5/07/2024).

Ninik menyampaikan, Sigab memang konsen untuk advokasi dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Termasuk juga tentang hak atas pendidikan.

"Ini kami tidak bisa membiarkan hal ini terjadi. Akhirnya kami berdiskusi di internal untuk bagaimana kita juga akan turun mengawal ini dan mencari solusinya," tandasnya.

Dari pertemuan ini nantinya akan ditindaklanjuti dengan mengadukan ke Ombudsman RI perwakilan DI Yogyakarta (DIY).

"Harapanya nanti ada tindakan yang bisa mewadahi 39 anak ini untuk bisa masuk ke sekolah negeri. Walaupun itu nanti akan menjadi pilihan akhirnya, karena mungkin ada beberapa yang sudah memilih ke sekolah swasta," ucapnya.

Dari informasi yang didapat Ninik dari pertemuan, ada sebanyak sembilan anak disabilitas yang sudah memilih untuk ke sekolah swasta. Mereka sudah meminta rekomendasi dari Unit Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan dan Resource Center Disdikpora Kota Yogyakarta.

"Tapi apakah mereka sudah mendaftar atau belum, kita sejauh ini juga belum memastikan itu," bebernya.

Penyebab dari 39 siswa disabilitas tidak mendapatkan SMP Negeri melalui jalur afirmasi disabilitas diduga karena penerapan sistem PPDB yang baru.

Ninik menuturkan tahun lalu sistemnya menggunakan manual. Sedangkan tahun ini menggunakan sistem online dan calon siswa hanya bisa memilih tiga sekolah. Sementara tahun sebelumnya, mereka bebas memilih di semua SMP Negeri yang ada di Kota Yogyakarta.

"Kalau tahun sebelumnya untuk PPDB Afirmasi Difabel ini tidak dibatasi hanya tiga sekolah. Bisa 16 sekolah, bisa. Jadi bisa dipastikan akan terwadahi semua yang siswa difabel," tandasnya.

"Akhirnya ketika tiga ini tidak bisa masuk, ya mereka tidak bisa memilih ke sekolah lain lagi," imbuhnya.

Padahal di Kota Yogyakarta lanjut Ninik dari informasi yang didapat saat pertemuan masih ada beberapa sekolah yang kuotanya belum terpenuhi.

"Di Kota Yogya sendiri tadi disampaikan masih ada empat sekolah yang kuotanya masih belum terpenuhi. Iya karena sudah tertutup ketika di tiga sekolah itu mereka tidak bisa masuk," tandasnya.

Kata Disdikpora

Sementara itu, Kepala Unit Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan dan Resource Center Disdikpora Kota Yogyakarta Aris Widodo membenarkan adanya 39 siswa disabilitas yang tidak mendapatkan SMP Negeri.

"Aturan pokok yang membuat mereka itu terlempar kan ketika mereka sudah melakukan verifikasi dia masuk sistem online, itu tidak bisa mengubah pilihan. Kalau merubah pilihan, itu berarti undur diri tidak masuk sistem online di seluruh kota," ujar Aris Widodo.

"Sehingga ketika dia itu salah memilih sekolah, dia memilih satu, dua, tiga namun ternyata sekolah ini dipilih banyak orang sehingga penuh maka dia akan terlempar dari situ," imbuhnya.

Aris melihat permasalahan utamanya ada di sistem, sebab tiga pilihan sekolah tersebut tidak bisa mewadahi aspirasi anak. Selain itu, juga sosialisasi yang seharusnya dilakukan lebih awal dan sampai ke sasaran yakni orangtua siswa.

"Batasan pilihan yang tiga kemudian tidak bisa mengadakan perubahan, itu yang membuat anak-anak kita 39 terlempar. Sedangkan ada 33 kuota yang kosong, di empat sekolah," urainya.

Menurut Aris para siswa disabilitas yang tidak dapat masuk ke SMP Negeri, oleh Dinas Pendidikan masukan kuota ke sekolah swasta. Mereka mendapatkan jaminan pendidikan daerah sejumlah Rp 4 juta pertahun.

"Itu Rp 4 juta, yang Rp 1 juta untuk keperluan pribadi yang Rp 3 juta itu untuk operasional di sekolah. Dan itu menurut saya juga tidak cukup, artinya ketika anak terlempar ke sekolah swasta otomatis biayanya lebih besar. Itu yang membuat kita sedih di situ," ucapnya.

Aris menyampaikan sebelumnya saat menerapkan sistem manual semua siswa disabilitas bisa masuk ke sekolah negeri di Kota Yogyakarta.

"Katakanlah kayak dulu manual, semua anak diterima. Kita empat tahun berturut-turut itu tidak menolak anak satu pun, semua anak masuk kuota," tegasnya.

Menurut Aris meski masih ada kuota kosong, namun sesuai dengan peraturan PPDB sistem online 39 siswa disabilitas tersebut tidak bisa dimasukan. Sebab sistem PPDB online sudah ditutup atau dikunci.

"Menurut peraturan PPDB online tidak bisa, karena sudah dikunci. Kalau sudah ditutup ya sudah, ya itu yang membuat anak-anak itu dibuatkan PPDB di swasta itu kan karena nggak bisa dibuka," urainya.

Aris membenarkan ada sembilan siswa disabilitas yang memilih ke sekolah swasta. Mereka juga sudah meminta rekomendasi.

"Iya sudah lewat kami, sudah kami kirim ke swasta," bebernya.

Ditegaskan Aris seluruh siswa disabilitas wajib untuk mendapatkan sekolah. Pihaknya pun tetap akan terus beupaya agar anak-anak tersebut bisa bersekolah.

"Tapi intinya sebenarnya keberpihakan kami keberpihakan kepada anak-anak. Anak-anak itu wajib dapat sekolah," pungkasnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/07/05/203421378/39-siswa-disabilitas-tidak-bisa-masuk-smp-negeri-di-kota-yogyakarta

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com