Sembari mengumpulkan satu per satu kaset musik, ia juga mengoleksi belasan radio dan tape jadul. Harga tiap piranti antara Rp 50.000-350.000. Kebanyakan sudah mati dan tak bisa diperbaiki lagi.
“Ini (tape recorder jadul), sudah saya datangi 11 toko, tapi tidak satu pun bisa,” katanya.
Kenangan paling mengesankan adalah pada kaset Melodi Cinta dengan sampul bergambar Rhoma Irama dan Ricca Rachim. Itu kaset pertama yang bisa dibeli Ngadiwon di salah satu toko kaset di Wates, Kulon Progo.
Setelah itu, dia terus berburu kaset bekas dari satu pasar ke pasar lain di Kulon Progo. Dengan sepeda onthelnya, dia melanglang ke beberapa pasar loak di Bendungan maupun Wates.
Terkumpullah paling sedikit 700 kaset pita dan hampir semuanya lagu dangdut. Selain itu, ada pula langgam Jawa, keroncong, dan pop Indonesia. Segelintir di antaranya album Rollingstone dan The Beatles.
“Kaset termahal Rp 1.300 di 1980-1985. Sedangkan kaset pertama yang saya dapat itu dapat dari toko Maya, Februari 1982, harga Rp 900,” katanya.
Semua kasetnya itu masih bisa didengar dengan baik. Misalnya kaset lagu Lebaran yang umurnya hampir setengah abad itu, masih terdengar sangat jelas.
Kaset itu akan diperdengarkan kembali saat Lebaran tiba pada pertengahan April 2024 ini.
“Setelah dihitung sejak 1399 Hijriyah pertama kali muncul, kaset ini sudah hampir setengah abad,” kata Ngadiwon.
Baca juga: Museum Trinil di Ngawi: Sejarah, Koleksi, Harga Tiket, dan Jam Buka
Ia mengandalkan gaji sebagai penjaga rumah potong hewan di lingkungan Dinas Pertanian dan Peternakan Kulon Progo pada masa lalu, untuk mendapatkan barang kesukaannya itu
Semangat mencari musik kenangan belum padam meski usia senja. Ia selalu menyempatkan diri datang ke pasar Wage, pasar yang pedagangnya menjual barang bekas.
Matanya jeli menemukan barang bekas original berbekal pengetahuannya tentang musik di masa lalu. Ia juga tidak melewatkan tawar menawar ketat demi kaset yang diminati.
Ngadiwon saat ini memajang 700 kaset di dinding ruang tamu rumah. Ia membagi ruang tamu dengan sekat yang tingginya sepinggang.
Ruang yang lebih kecil menjadi tempat pajangan kaset, pajangan radio jadul dan tape recorder. Di situ sekaligus tempat Ngadiwon mengudara pada frekuensi radio amatir. Ia terkenal dengan nama Mbah Wondo di udara.
Mbah Wondo ini bercita-cita membuat museum pribadi di rumah sederhana sebagai gambaran kecintaannya pada musik. Menurutnya, hal itu akan menjadi kenang-kenangan pada anak cucunya kelak.
Kecintaanya pada musik dan kaset pita telah menular ke anaknya. Menurutnya, sang anak mengaku siap meneruskan memelihara kaset pita itu di masa depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.