Warga sudah menyemut di acara nyadran ini sejak pukul 14.00 WIB. Mereka datang dengan mengelilingi puluhan gunungan.
Bagi warga, gunungan jadi simbol berkah dan keberuntungan. Karena itu, ngalap berkah atau memperebutkannya menjadi saat yang paling ditunggu.
Semua diawali dengan doa, lalu warga menyerbu gunungan, mengambil hasil bumi semampu mereka, memuatnya dengan tangan dan tas bawaan. Semua ludes dalam sekejap.
“Saya mengambil terong sama nasi sama pete. Soalnya yang lain tidak kebagian. Saya berharap, rezeki lancar dan (bahan baku) tidak larang (tidak mahal)," kata Waltinem (52), dari Desa Karangsari.
Sementara itu, warga bernama Masriah (30), asal Dusun Gunung Pentul, Karangsari, memenuhi tas plastik dengan kacang panjang, wortel hingga timun.
Masriah meyakini, nyadran dan hasil bumi memiliki berkah bagi kehidupannya.
“Mau dimasak. Biar lebih berkah, kan ada doanya,” kata Masriah.
Nyadran tidak hanya menggembirakan warga. Hadir di sana para pejabat di lingkungan pemerintah. Mereka ikut melaksanakan kembul bujana atau perjamuan makan bersama di depan Plengkung ini.
“Seperti seolah mengingat kembali ada persaudaraan yang harus direkatkan,” kata Eko Pranyoto, Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kulon Progo.
Baca juga: 2.000 Warga Jateng Terjangkit DBD Sepanjang 2024, Paling Banyak Menginfeksi Siswa SD
Nyadran agung melewati serangkaian acara sebelumnya.
Semua diawali dengan mujahada dan pengajian di alun-alun Wates pada Selasa (5/3/2024) malam.
Gelaran ini masih berlanjut dengan wayang kulit semalam suntuk pada hari ini.
Mujahada juga menjadi doa untuk para leluhur yang telah kembali ke alam kekekalan.
Baca juga: Mengintip Tradisi Nyadran di Karanggude Kulon Banyumas, Sembelih Kambing dan Doa Bersama
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.