Editor
Acara dimulai untuk memanjatkan doa bagi leluhur dan keluarga yang sudah tiada, salah satunya adalah leluhur setempat bernama Mbah Kyai Pulasara.
Setelah itu, warga akan menyantap makanan yang telah dibawa secara kembul bujono atau makan bersama-sama.
Warga di Padukuhan Blarangan, Kalurahan Sidorejo, Kapanewon Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta memiliki tradisi nyadran yang disebut nyadran seribu ingkung.
Tradisi ini dilakukan sebelum bulan puasa, tepatnya setiap tanggal 15 bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa.
Lokasinya ada di petilasan tokoh masyarakat setempat yaitu Raden Mas Tumenggung Djoyo Dikromo Secuco Ludiro.
Dalam tradisi ini, diklaim ada seribu ekor ingkung atau ayam utuh yang dimasak dengan bumbu gurih. Ingkung dan nasi gurih ini dibawa warga setempat di dalam tenggok sebagai ucapan rasa syukur dan berbagi dengan warga lainnya.
Setelah seluruh warga berkumpul, tokoh masyarakat setempat akan mulai memimpin doa.
Kemudian, panitia akan membagikan bungkusan di mana warga akan memasukan sebagian makanan yang dibawa ke dalamnya. Bungkusan tersebut akan diberikan kepada warga yang datang namun tidak membawa makanan.
Warga di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta memiliki tradisi nyadran yang disebut Nyadran Agung.
Tradisi Nyadran Agung ini dilakukan di depan Plengkung Geblek Renteng Alun-alun Wates. Tradisi ini tidak hanya dihadiri oleh ribuan warga, namun juga pejabat daerah setempat.
Selain diisi dengan pengajian, ada juga pagelaran wayang kulit semalam suntuk pada malam harinya.
Keunikan tradisi ini adalah keberadaan gunungan jamak berisi sayur mayur, buah, jajanan, dan hasil bumi lainnya yang dibuat oleh warga dari berbagai kecamatan dan badan usaha milik pemerintah Kulon Progo.
Gunungan jamak yang dianggap sebagai gambaran kemakmuran rakyat ini akan diarak pasukan bergada mulai dari depan Kantor DPRD Kulon Progo ke Plengkung Geblek Renteng di depan alun-alun sebemum nantinya diperebutkan oleh warga.
Masyarakat adat Bonokeling di Desa Adiraja, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah memiliki tradisi nyadran yang disebut punggahan.
Waktu pelaksanaan tradisi punggahan adalah selama tiga hari, yakni Kamis, Jumat, dan Sabtu.