Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Wacana Hak Angket, Ketua TKD Prabowo Gibran DIY: Itu Lelucon Politik

Kompas.com, 26 Februari 2024, 06:52 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Wacana menggulirkan hak angket menimbulkan pro dan kontra.

Ketua TKD Prabowo Gibran DIY yang juga anggota DPR RI dari fraksi Golkar Gandung Pardiman berada di kubu kontra dalam wacana hak angket di DPR RI.

Ia mengatakan, siap menghadang pengajuan hak angket yang akan mengusut dugaan kecurangan pemilu 2024, seperti yang diusulkan capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo.

Baca juga: Menimbang Peluang Bergulirnya Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu

"Saya siap menghadang lajunya hak angket yang menurut saya itu hanyalah lelucon politik saja. Bagaimana tidak, hasil pilpres diutik-utik karena mereka kalah. Sedangkan hasil pileg tidak diusik karena mereka unggul. Ini kan seperti dagelan," ungkap Gandung dalam keterangan persnya, Minggu ( 25/02/2024).

Selain itu menurut Gandung menambahkan sesuai aturan hukum yang berlaku bahwa untuk mengatasi ketidakpuasaan akan Pemilu 2024, bukan dengan menggunakan hak angket, melainkan dibawa ke Mahkamah Kostitusi.

"Ini kan seperti lelucon politik," ujarnya.

Dalam Undang-undang Negera Republik Indonesia, imbuh Gandung, telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil Pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan Pasal 24C UUD NKRI 1945 dengan jelas menyatakan, salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil pemilihan umum, dalam hal ini Pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.

"UUD 1945 jelas telah memuat bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil Pemilu, yakni melalui badan peradilan yaitu Mahkamah Konstitusi. Hal ini dimaksudkan agar perselisihan itu segera berakhir dan diselesaikan melalui badan peradilan agar tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan jika pelantikan Presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut," terang Gandung Pardiman.

Gandung yakin mereka tidak akan mengajukan gugatan sengketa pemilu ke Mahkamah Konsitutsi (MK), karena anggota DPR RI ini menilai memang dirinya tidak melihat adanya tanda-tanda kecurangan.

Justru Gandung melihat ada upaya dan maksud lain di balik pengajuan hak angket tersebut yang akan mengancam keselamatan bangsa dan negara Indonesia.

"Penggunaan hak angket dapat membuat perselisihan hasil Pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir. Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR dan tidak menghasilkan kepastian hukum yang pasti dan mengikat," tandas Gandung.

Lebih lanjut Gandung mengatakan, jika sengketa Pemilu di bawa ke MK makan akan didapatkan kepastian hukum dalam waktu cepat.

Sementara penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini ke dalam ketidakpastian, yang potensial berujung terancamnya keselamatan bangsa dan negara jika hak angket ini niatnya untuk memakzulkan Presiden Jokowi.

"Sejak awal saya menentang berbagai upaya pemakzulan terhadap presiden Jokowi. Apalagi, Hak angket yang ujung-ujungnya nanti berupaya untuk memakzulkan Jokowi maka saya siap menghadang demi keselamatan bangsa dan negara Indonesia," pungkas Gandung Pardiman.

Baca juga: Pengamat: Sulit Dipungkiri Ada Tendensi Membendung Hak Angket dengan Dilantiknya AHY Jadi Menteri

Sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memutuskan mendukung bergulirnya hak angket untuk mengungkap kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS Aboe Bakar Alhabsy mengatakan, pengungkapan kecurangan pemilu lewat hak angket lebih berpeluang terjadi ketimbang disengketakan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebab, menurut dia, di MK masih ada hakim yang juga paman dari calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka, yakni Anwar Usman.

"Angket ini bagus, dari pada kita ke MK, ada pamannya. Lebih baik kita ke angket, cantik," kata dia saat konferensi pers bersama Sekjen Partai Nasdem Hermawi Taslim dan Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Hasanuddin Wahid di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2024).

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau