Bahkan saat para mahasiswa ini tiba di Yogyakarta mereka tidak disiapkan tempat tinggal.
Sehingga Irto pun mengaku harus mencarikan tempat kos bagi para mahasiswa tersebut. Sebab asrama sudah dalam kondisi penuh.
Sampai dengan saat ini tidak ada dana tempat tinggal maupun makan seperti yang disebutkan di awal.
Pemda hanya memberikan uang sebesar Rp 300 ribu ke masing-masing mahasiswa saat berangkat ke Yogyakarta.
"Sejauh ini terkait biaya kos maupun biaya makan minum setiap hari tidak ada kontribusi dari Pemda. Kontribusi semua dari orangtua. Justru orangtua yang korban dalam hal ini," jelasnya.
Saat ini sebanyak 28 mahasiswa ini hanya bisa mengandalkan kiriman dari orangtua. Mereka pun tak jarang harus menahan lapar karena tidak ada uang. Bahkan ada yang sudah menunggak membayar kos hingga dua bulan.
"Mereka berhemat makan seadanya. Menahan-nahan lapar sering," ucapnya.
Irto mengungkapkan ada dua orang yang diadukan ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY (ORI DIY). Dua orang tersebut, satu oknum dari dinas pendidikan. Sedangkan satunya alumni dari Yogyakarta.
"Kita mendesak pemda segera melakukan kerja sama dengan pihak kampus. Mau tidak mau pemda harus bertanggungjawab terhadap situasi dan kondisi teman-teman di sini. Karena pemda lah yang diawal menawarkan program ini," jelasnya.
Salah satu mahasiswa asal Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat berinisial M (20) mengungkapkan uang makan dan uang kos sampai dengan saat ini ditanggung oleh orang tua.
"Kemarin ada teman-teman yang belum bayar kos, karena mengingat orangtua latar belakangnya kan cuman nelaya," urainya.
Diceritakan oleh M, awalnya ditawari oleh pemda dalam hal ini Dinas Pendidikan tentang adanya program beasiswa.
Orangtua tertarik, karena dengan membayar Rp 5 juta semua kebutuhan hingga lulus sudah ditanggung.
"Itu disampaikan secara lisan, kemudian ada juga brosurnya dibagikan. Orangtua juga semangat memasukan kita ke program beasiswa ini, dengan dalil bahwa Rp 5 juta itu kami kasih kemudian menunjang proses perkuliahan sampai wisuda," bebernya.
Akibat tidak jelasnya beasiswa ini, M mengaku tak jarang harus menahan lapar. Sebab tidak mempunyai uang untuk membeli makan.