Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Ibu-ibu Gunungkidul, Gendong Jeriken Isi Air Keruh Pakai Kain Jarik Lewati Tepi Jurang

Kompas.com, 9 Oktober 2023, 17:01 WIB
Markus Yuwono,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com- Warga Padukuhan Ngipik RT 01, Kalurahan Tegalrejo, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul, DI Yogyakarta, menjadi salah satu langganan kekeringan saat musim kemarau.

Bahkan, untuk saat ini mereka rela memanfaatkan air keruh untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Untuk mencapai Padukuhan Ngipik, Kompas.com harus melewati perbukitan terjal dan jalan bekas longsor.

Baca juga: Siaga Darurat Kekeringan Gunungkidul Diperpanjang hingga Akhir November

Memang jalan sudah lebih mudah dibandingkan beberapa tahun lalu, karena saat ini sudah menggunakan cor blok. Perlu tenaga kendaraan yang mumpuni dan konsentrasi ekstra untuk mencapai RT 01 ini, karena jalanan terjal. 

Untuk menuju ke rumah warga mengambil air, Kompas.com harus melewati jalan setapak yang hampir semuanya ditutupi dedaunan kering karena kemarau yang sudah terjadi beberapa bulan terakhir.

Sisi kiri jalan jurang cukup curam dan dari lokasi itu bisa terlihat wilayah Klaten, Jawa Tengah. 

Setelah berjalan kurang lebih lima menit dari lokasi parkir kendaraan, terlihat beberapa warga berteduh di bangunan tua sambil membuka bekal, dan mengasuh anak balita.

Rumah tua yang tersisa bagian belakang ini terlihat masih kokoh, di belakang rumah berjejer ember dan jeriken yang sudah terisi air. Airnya tidak bening, karena berwarna putih keruh. 

Mereka menunggu air di ember supaya mengendap dan dimasukkan ke dalam jeriken atau ember kecil.

Menggunakan kain jarik, ibu-ibu ini menggendong jeriken menyusuri jalan setapak menuju ke rumahnya. Lalai sedikit nyawa menjadi taruhan, karena di sisi kiri terdapat jurang yang cukup dalam. 

Ibu-ibu ini berjalan sekitar 15 sampai 20 menit untuk mencapai rumahnya. Ada tiga rumah yang dihuni beberapa orang. 

"Sudah lama, semenjak saya lahir sudah ada. Ya kalau kemarau seperti ini terus, kebetulan pemilik rumah pindah ke Klaten, dan sumurnya boleh digunakan warga," kata Warga Ngipik, Hariyanti ditemui disela mengambil air Senin (9/10/2023). 

Baca juga: Cerita Warga Patuk Gunungkidul Setiap Tahun Kekeringan Menunggu Sumur Bor Berfungsi, Langsung Diperbaiki Kementerian Pertahanan

Diakuinya, kondisi air keruh ini jika dimasak airnya berbau tanah. Namun, jika mengambil air yang kondisinya jernih harus berjalan kaki lebih lama sekitar 1 jam, dan kondisinya lebih ekstrim. 

Setiap hari, pagi dan sore mereka mengambil air menggunakan jeriken dan ember. Kegiatan ini sudah mereka lakukan sejak bulan Juli 2023 lalu. 

"Rasanya ya ada rasa tanahnya sedikit. Airnya digunakan untuk mandi, makan dan minum. Kalau mendingan didiamkan semalaman," ucap Hariyanti. 

"Belum pernah beli, kami tidak punya dana Mas," kata dia. 

Saat musim penghujan, mereka menampung air dan digunakan untuk sehari-hari. 

Ketika berbincang ternyata di sebelah mereka duduk terdapat meteran air, dan setelah ditanyakan, ternyata sudah lama tidak berfungsi. Bahkan, kerannya sudah tidak ada lagi.

Uniknya, mereka juga kompak tidak mengetahui nama bupati yang saat ini menjabat. 

"Ini pernah kering, kita nyari ke sumber yang lebih jauh sekitar 1 jam kalau jalan kaki. Sumur ini mungkin airnya enggak sampai satu bulan sudah habis," kata Hariyanti. 

Beberapa ibu ini kompak menjawab jika air di sumur ini hanya akan bertahan sekitar sebulan ke depan. Jika nantinya habis mereka terpaksa mengambil sumber yang lebih jauh. 

Ketua RT 01, Ngipik, Tegalrejo, Gedangsari, Suranto mengatakan, sumur ini dimanfaatkan 22 jiwa untuk kebutuhan sehari-hari. Setiap tahun akhir Juli sampai hujan. 

"Kondisi air seputih susu, ngambil pagi, sorenya baru digunakan," kata dia.

Dia mengatakan sumur ini paling dekat dengan rumah warga, sehingga diguanakan warga. 

"PDAM ada tapi mesinnya tidak kuat sampai sini mungkin. Karena di sini titik tertinggi ya," kata Suranto.

Suranto yang memiliki budidaya ikan guppy pun terpaksa hanya menyisakan sedikit di akuariumnya karena keterbatasan air yang dimiliki. 

"Kami berharap pemerintah membantu kami, air bisa sampai ke sini," kata dia. 

Lurah Tegalrejo, Sarjono mengatakan, sumber air tidak ada masalah di wilayahnya. Bahkan  tahun ini dia tidak meminta droping air bersih. 

"Di titik yang sulit dijangkau kami upayakan pengeboran, kebetulan di perbatasan Ngipik - Cermo ada pengeboran dari provinsi, sudah ada air di kedalaman 120 meter," kata dia.

Dikatakannya, di tujuh KK itu ada penampungan air, namun debit air tidak mampu sampai ke atas. Jika pengeboran sudah selesai maka dimungkinkan menyuplai mereka. 

Tahun ini program CSR, bantuan pribadi, hingga pemerintah ada 8 titik. Total sudah puluhan titik dibor untuk air bersih warga. 

"Sekarang tidak ada yang membeli air bersih dari tangki swasta. Untuk droping air kami tidak meminta bantuan, kami ingin warga mandiri," kata dia. 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau