Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Tugu Golong Gilig dan Bedanya dengan Tugu Pal Putih

Kompas.com, 19 September 2023, 21:27 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

Tugu Golong Gilig juga menjadi simbol atas filosofi Jawa yaitu Manunggaling Kawula Gusti yang bukan hanya berarti menyatunya rakyat dengan penguasa, tetapi juga menyatunya manusia dengan kehendak Sang Pencipta.

Tak hanya sebagai monumen atau landmark, bulatan atau gilig pada puncak tugu digunakan sebagai titik pandang ketika Sri Sultan sinawaka (meditasi) di Bangsal Manguntur Tangkil yang ada di Siti Hinggil Lor, Keraton Yogyakarta.

Sementara dilansir dari laman Kemendikbud, Keberadaan Tugu Golong Gilig merupakan bagian dari titik yang membentuk poros imajiner bersama unsur pembentuk lainnya yakni Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, Panggung Krapyak, serta Laut Selatan.

Namun kejadian gempa tektonik yang terjadi pada 10 Juni 1867 di masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VI membuat beberapa bangunan runtuh, termasuk juga Tugu Golong Gilig.

Sepertiga bagian pilar tugu ini patah akibat guncangan gempa berskala besar. Setelah itu, Tugu Golong Gilig pun mulai terbengkalai.

Selanjutnya, Tugu Pal Putih pun dibangun untuk menggantikan Tugu Golong Gilig yang sudah rusak karena gempa.

Pembangunan Tugu Pal Putih dilakukan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan diresmikan pada tanggal 3 Oktober 1889.

Namun pembangunan Tugu Pal Putih mengubah bentuk tugu dari yang semula berbentuk golong dan gilig, menjadi berbentuk persegi dan berujung lancip.

Selain itu ketinggian tugu yang semula 25 meter dikurangi menjadi hanya 15 meter saja, atau 10 meter lebih rendah dari bangunan semula.

Konon Tugu Pal Putih merupakan strategi pemerintah Belanda untuk menghilangkan simbol kebersamaan raja dan rakyat yang ditunjukkan oleh desain Tugu Golong Gilig.

Selain bentuk dan ketinggian, Tugu Pal Putih juga memiliki prasasti pada setiap sisi tugu yang merekam proses pembangunan tugu tersebut.

Prasasti pada sisi barat berbunyi, “YASAN DALEM INGKANG SINUHUN KANJENG SULTAN HAMENGKUBUWANA KAPING VII” yang menunjukkan bahwa tugu tersebut dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII.

Prasasti pada sisi timur berbunyi, “INGKANG MANGAYUBAGYA KARSA DALEM KANJENG TUWAN RESIDHEN Y. MULLEMESTER” yang menyebutkan bahwa Y. Mullemester, Residen Yogyakarta waktu itu, menyambut baik pembangunan tugu tersebut.

Pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa pemerintah Belanda tidak terlibat dalam pendanaan Tugu Pal Putih.

Prasasti pada sisi selatan berbunyi, “WIWARA HARJA MANGGALA PRAJA, KAPING VII SAPAR ALIP 1819”. Wiwara Harja Manggala Praja merupakan sengkalan yang diartikan bahwa perjalanan menuju gerbang kemakmuran dimulai dari pemimpin negara.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau