Ia mendapat julukan Banteng Mataram karena sifatnya yang pemberani dan kiprah hebatnya di medan perang melawan penjajah Belanda.
Konon, Pangeran Purbaya kebal terhadap senjata apa pun dan hanya dapat dilukai ketika terkena kotoran yang bersifat najis.
Namun Pangeran Purbaya meninggal saat mempertahankan Keraton Plered dari serangan Karaeng Galesong dan Trunojoyo, yang memberontak pada 1677.
Selain makam keluarga Pangeran Purbaya, di sekitar Masjid Sulthoni Wotgaleh juga terdapat makam keluarga Sultan Hamengkubuwono II dan IV.
Hal ini yang kemudian membuat banyak orang datang untuk berziarah, terutama saat memperingati hari kelahiran dan kematian Pangeran Purbaya.
Kawasan Masjid Sulthoni Wotgaleh dan makam Pangeran Purbaya juga tidak luput dari mitos yang dipercaya oleh masyarakat setempat.
Dilansir dari Kompas.com, salah satu mitos paling terkenal tentang kawasan masjid ini adalah, jika ada pesawat yang melintasi kawasan masjid dan makam, maka pesawat itu akan jatuh.
Hal ini tak lepas dari posisinya yang tepat berada di sebelah selatan Bandara Adisucipto Yogyakarta.
Bahkan, konon burung yang melintas pun bisa jatuh jika terbang di atasnya.
Beberapa insiden pesawat jatuh di dekat Masjid Sulthoni Wotgaleh pun telah terjadi beberapa kali yang membuat sampai sekarang kawasan ini masih dikenal dengan kesakralannya.
Sehingga, pengunjung yang memasuki Masjid Sulthoni Wotgaleh dan makam Pangeran Purbaya dilarang untuk melakukan hal-hal di luar etika dan norma.
Sumber:
jogjacagar.jogjaprov.go.id, jogja.tribunnews.com, jogja.tribunnews.com, dan kompas.com
(Penulis : Febi Nurul Safitri, Editor : Widya Lestari Ningsih)