"Saat itu mau berdiri saja susah," kata dia.
Baca juga: Gempa Yogyakarta 2006 dalam Ingatan Mantan Bupati Bantul Idham Samawi
Tak berpikir lama, Kasiyoto langsung mengayuh sepedanya menuju rumah untuk mengetahui kabar anak dan istrinya.
Selama perjalanan batinnya berkecamuk melihat rumah roboh, ada suara tangisan.
Putaran roda sepeda semakin kencang di pagi yang akan diingatnya seumur hidup.
Sampai di rumah, sepeda yang selalu menemaninya itu, diletakan begitu saja. Langsung mencari keberadaan keluarga.
"Alhamdulillah anak istri saya selamat meski rumah saya roboh," ucapnya sambil tersenyum.
Setelah memastikan semuanya aman, dirinya langsung membantu tetangganya.
Tubuh yang capek, di samping rumahnya hancur tak menyurutkan untuk bergotong royong.
Setelah gempa, muncul isu tsunami. Warga yang tengah berjibaku dengan reruntuhan bangunan langsung bubar menyelamatkan diri.
Kasiyoto ikut 'menyelamatkan diri' bersama keluarganya.
"Panik saya jalan satu kilometer ke arah utara. Bikin kacau isu itu, untung dapat informasi kalau itu kabar bohong dan langsung balik lagi," kata dia.
Aktivitas kembali dilanjutkan, saat itu muncul suara dentuman hingga sepekan. Dia mendengar suara dentuman seperti dari dalam tanah.
Bahkan, pasca gempa sumur warga surut. Sumur di rumahnya sedalam 12 meter juga mengering, dan harus mengebor ditambah sekitar 20 meter.
Baca juga: BPPTKG Sebut Gempa Yogyakarta 2006 Berpengaruh pada Aktivitas Gunung Merapi
Dirinya mencari air di sekitar Sungai Opak, yang berada beberapa meter dari rumahnya.
"Saya kan cari air di sungai pasti saat jlung, huyug-huyug (goncangan) di tengah Kali Opak itu ada plupuk-plupuk (gelembung air) banyak, lalu saya pergi karena takut," kata dia.
"Trauma, sepekan saya tidak berani masuk rumah. Tapi kan ada penyuluh dan pelatihan dari banyak pihak sehingga tidak takut," kata dia.