Menurut dia, terdapat pekerjaan rumah yang besar bagi Indonesia ke depannya. Di antaranya membangun kemandirian, tata politik yang berhadapan dengan golbal, memanfaatkan otonomi daerah dengan tujuan memberantas kemiskinan seharusnya bisa lebih baik.
"Banyak capaian tapi bayak pula yang belum diselesaikan," kata dia.
Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito menyebut motor pergerakan reformasi 1998 adalah mahasiswa. Namun mahasiswa juga banyak didukung oleh kekuatan di lain sektor seperti kaum buruh, petani, masyarakat desa, kaum miskin kota, dan para intelektual.
"Kalua lihat dari aspek itu seperti di Jogja, Pisowanan Ageng hanya satu bagian yang terjadi akumulasi proses politik di rakyat yang dipicu krisis di berbagai tempat," jelas Arir.
Saat itu, menurut dia, mahasiswa mengumpulkan tokoh-tokoh untuk membangun aliansi kekuatan agar sumber daya secara politik lebih besar.
Usai Pisowanan Ageng, menurutnya, Keraton menjadi simbol kekuatan budaya maupun posisi politik saat reformasi.
"Pisowanan Ageng sebagai simbol politik nasional agar diberi perhatian ini ada rakyat yang marah, dengan ini bisa mengajak solidaritas. Konsep kehadiran Sultan dan kegiatan di Alun-alun punya daya tekan sendiri waktu itu," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.