Salin Artikel

25 Tahun Reformasi, Sultan: kalau Lebih Meningkat Ya Ada, yang Belum Tercapai Ada, yang Kebablasan Juga Ada

Saat itu, mahasiswa dari berbagai daerah berkumpul di Alun-alun utara untuk mendengarkan Sri Sultan Hamengku Buwono X berpidato saat Pisowanan Ageng berlangsung. Masyarakat DIY pun memberi dukungan berupa suguhan makanan dan minuman gratis di pinggir-pinggir jalan.

Setelah 25 tahun berlalu, perjalanan reformasi di Indonesia tidaklah berjalan mulus. Selain itu juga masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah bagi para elit di tanah air. 

Sebagai salah satu sosok yang terlibat dalam reformasi 1998, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengakui ada sejumlah kemajuan yang dicapai Indonesia. Namun, dia juga menyebut ada catatan yang harus segera diperbaiki.

"Ya saya kira kemajuan itu ada. Demokratisasi juga tumbuh. (Tapi) sekarang batas-batas tumbuhnya di mana kebablasan atau tidak, saya tidak tahu. Kan saya bukan melakukan survei" ujar Sultan.

Menurut Sultan perlu dilakukan penelitian yang komprehensif bagaimana kemajuan demokrasi di Indonesia pasca-reformasi. 

"Saya bukan pengamat. Kalau lebih meningkat ya ada. Tapi yang belum tercapai ya ada. Yang kebablasan juga ada. Tapi kan tidak bisa mengatakan seberapa jauh karena tidak survei langsung," kata dia.

"Yang penting bagaimana para elit dan sebagainya dalam komitmen lebih baik kepada publik karena kewajibannya mensejahterakan masyarakat," ucap Sultan.

Selain mensejahterakan masyarakat, para elit juga wajib menegakkan hukum dan mencegah terjadinya korupsi.

"Betul-betul bagaimana hukum ditegakkan. Bagaimana kecenderungan penyalahgunaan dan korupsi itu semakin sedikit. Dalam arti kita konsisten untuk memberantas korupsi, bukan malah berkomplot," ungkap Sultan.

Sementara itu Pengamat Politik yang juga dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito mengatakan capaian reformasi sebagian sudah bisa dirasakan. Misalnya, kebebasan politik, kebebasan media, partisipasi politik, penataan kelembagaan seperti otonomi daerah atau desentralisasi, dan pemberantasan korupsi.

"Cuma, kalau kita lihat capaian ini sesuai yang diharapkan, sebagian besar mengatakan belum. Karena ada banyak hal yang perlu diperbaiki. Mestinya bisa lebih baik dari ini," kata dia.

Arie mencontohkan seperti reformasi partai politik yang saat ini masih terhambat. Lalu penataan hubungan sipil dan militer juga bagus pada awalnya, tetapi tidak berlangsung lebih optimal.

"Penanganan korupsi belum optimal, konflik kekerasan juga masih mewarnai harusnya itu bisa dicegah kalau konssten. Yeramsuk penegakkan hukum," kata dia.

Menurut dia, terdapat pekerjaan rumah yang besar bagi Indonesia ke depannya. Di antaranya membangun kemandirian, tata politik yang berhadapan dengan golbal, memanfaatkan otonomi daerah dengan tujuan memberantas kemiskinan seharusnya bisa lebih baik.

"Banyak capaian tapi bayak pula yang belum diselesaikan," kata dia.

Kilas balik reformasi 1998.

Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito menyebut motor pergerakan reformasi 1998 adalah mahasiswa. Namun mahasiswa juga banyak didukung oleh kekuatan di lain sektor seperti kaum buruh, petani, masyarakat desa, kaum miskin kota, dan para intelektual.

"Kalua lihat dari aspek itu seperti di Jogja, Pisowanan Ageng hanya satu bagian yang terjadi akumulasi proses politik di rakyat yang dipicu krisis di berbagai tempat," jelas Arir.

Saat itu, menurut dia, mahasiswa mengumpulkan tokoh-tokoh untuk membangun aliansi kekuatan agar sumber daya secara politik lebih besar.

Usai Pisowanan Ageng, menurutnya, Keraton menjadi simbol kekuatan budaya maupun posisi politik saat reformasi.

"Pisowanan Ageng sebagai simbol politik nasional agar diberi perhatian ini ada rakyat yang marah, dengan ini bisa mengajak solidaritas. Konsep kehadiran Sultan dan kegiatan di Alun-alun punya daya tekan sendiri waktu itu," pungkasnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/05/21/052900178/25-tahun-reformasi-sultan-kalau-lebih-meningkat-ya-ada-yang-belum

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke