Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Dituntut 6,5 Tahun Penjara, Kuasa Hukum: Masih Sangat Berat

Kompas.com, 15 Februari 2023, 11:18 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum eks wali kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, M Fahri Hasyim merasa keberatan dengan tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menuntut kliennya pidana selama 6,5 tahun penjara.

"Ya menurut saya itu masih sangat berat ya," kata dia ditemui setelah sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Selasa (14/2/2023).

Ia beralasan, tuntutan JPU KPK terlalu berat karena uang suap yang diterima Haryadi sudah dikembalikan, sehingga suap yang diterima Haryadi di bawah Rp 250 juta.

Baca juga: Terdakwa Kasus Suap Apartemen Royal Kedhaton Nurwidhihartana dan Triyanto Budi Dituntut Lebih Ringan dari Haryadi

"Niat batin untuk itu tidak ada sebenarnya, memperkaya diripun tidak ada, semua dikembalikan, semua tidak dinikmati, termasuk mobil, sepeda, dan seterusnya," kata dia.

Ia juga menyebut bahwa selama sidang, Haryadi kooperatif dan dalam melakukan aksinya tidak dilakukan secara sendirian.

"Kooperatif juga dan dia sebetulnya tidak sendiri, pasal 55-nya sebtulnya dominan karena dia tidak aktif. Berimbang saja," kata dia.

Kondisi ini membuat dirinya akan tetap melakukan pembelaan terhadap kliennya yang akan dilakukan pada minggu depan, dan dirinya optimistis hukuman yang diterima kliennya tidak akan seberat tuntutan JPU KPK.

"Minggu depan kan kita (pembelaan). Sudah mengaku sudah mengembalikan saya kira ini bagian dari pada kesadaran sebagai manusia tidak bisa lepas dari kesalahan sebagaimana kita semua," ujar dia.

Sebelumnya, sidang lanjutan kasus suap Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton dengan terdakwa bekas wali kota Yogyakarta Haryadi Suyuti digelar di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta.

Baca juga: Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi yang Jadi Terdakwa Korupsi Titip Pesan soal 2024, Apa Katanya?

Sidang kali ini dilanjutkan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam tuntutannya, JPU KPK Zainal Abidin mengatakan pihaknya menuntut Haryadi Suyuti berupa hukuman penjara selama 6 tahun dan 6 bulan, dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Haryadi Suyuti berupa pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan. Dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. Dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," ujarnya saat membacakan tuntutan di PN Yogyakarta, Selasa (14/2/2023).

Selain dituntut pidana penjara JPU KPK juga menuntut Haryadi Suyuti untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 390 juta dikurangi uang yang telah disita dan disetor ke rekening penampungan KPK sejumlah Rp 205 juta.

Baca juga: Sidang Perdana, Haryadi Suyuti Diduga Terima Rp 150 Juta hingga Kepala DPMPTSP Ditraktir LC

"Terdakwa masih dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 185 juta ," katanya.

Lanjut Zainal, jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka, harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama dua tahun," imbuh dia.

Tak hanya pidana penjara dan denda, JPU KPK juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun, terhitung sejak Haryadi selesai menjalani pidana pokok.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau