"Di kantin karyawan saya menitip kerupuk harganya seribuan, Alhamdulillah bisa nambah sedikit-sedikit untuk beli beras," ujar dia.
Namun, jika pemasukan dari berjualan kerupuk tidak dapat menutup ia masih mendapatkan subsidi dari orangtuanya.
Sehari-hari ia harus mengendarai sepeda motor untuk menuju lokasi kerjanya kendaraan ini menjadi satu-satunya sebagai pilihan untuknya bekerja, dengan perjalanan kurang lebih memakan waktu 30 menit kenaikan BBM sangat berpengaruh kepadanya.
"Dulu uang BBM nggak sampai Rp 150 ribu sekarang bisa dua kali lipat, kemarin dapat bantuan BSU RP 600 ribu hanya sekali tetapi juga nggak ngaruh," kata dia.
Dia hanya bisa memandang dan bergumam dalam hati saat bekerja di toko modern melihat orang-orang berbelanja dengan entengnya dengan harga yang cukup mahal bagi kantongnya.
"Kadang heran aja sama pengunjung, mereka kok duitnya gak habis-habis," ucapnya.
Dengan UMP yang masih rendah jika dibanding dengan daerah lainnya rumah hanya bisa menjadi angan-angan bagi Tri, bagaimana tidak harga tanah dan rumah di DIY tiap tahunnya melambung tinggi.
"Boro-boro beli rumah, buat nabung saja nggak cukup. Apalagi harga rumah di Jogja sudah mahal," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.