YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi perkumpulan buruh di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yakni Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menuntut pemerintah DIY untuk menaikkan Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK) sebesar Rp 3,7 juta hingga Rp 4,2 juta.
Sekjen DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY yang juga tergabung dalam MPBI, Irysad Ade Irawan mengatakan perayaan HUT ke-266 Kota Yogyakarta dan pelantikan Gubernur DIY 2022-2027 sama sekali tidak menggambarkan kesejahteraan warga DIY, khususnya pekerja/buruh.
"Ironisnya kemegahan perayaan itu sekedar menjadi obat sirup yang sekejap saja mengalihkan penderitaan warga DIY akibat kebijakan upah murah yang menimpanya," katanya melalyi keterangan tertulis, Kamis (27/10/2022).
Menurutnya mandat Keistimewaan DIY tahun 2012 yang mengharuskan Gubernur DIY untuk mensejahterakan rakyat belum tercapai. Dia mengatakan angka kemiskinan dan ketimpangan ekonomi masih tinggi di DIY.
"Judul-judul pidato gubernur itu bagaikan 'festival kata-kata' saja. Sebab kenyataan di luar dari pada 'festival kata-kata' itu, pada Maret 2022, presentase penduduk miskin di DIY melampaui angka nasional. Angka kemiskinan di DIY berada di 11,34 persen, jauh di atas angka kemiskinan nasional yang hanya berada di 9,54 persen," beber dia.
Irsyad menambahkan Kota Yogyakarta yang menjadi tuan rumah dari apa yang digaung - gaungkan sebagai "Sumbu Filosofi" tetap saja penduduknya hidup dalam kemiskinan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Irsyad membeberkan bahwa penduduk di Kota Yogyakarta dari tahun 2019 hingga 2021, angka kemiskinan justru semakin meningkat.
"Kota Yogyakarta tahun 2019 angka kemiskinannya 6,84 persen, 2020 meningkat ke angka 7,27 persen, dan pada tahun 2021 sebesar 7,64 persen," kata dia.
Sementara itu angka ketimpangan di Yogyakarta juga meningkat. Bahkan menurut dia angka ketimpangan di Yogyakarta menjadi tertinggi nasional pada Maret 2022.
"Gini ratio di DIY pada tahun 2019 0,423. Tahun 2020 0434, dan 2021 0,441," beber dia.
Menurutnya, kondisi tersebut dibarengi dengan kebijakan upah murah yang diterapkan di DIY. Bahkan sebelum kenaikan upah minimum, pekerja/buruh di DIY harus menanggung defisit ekonomi.
"Dalam pengertian, upah yang diterima pekerja/buruh dalam satu bulan, jumlah lebih kecil dari jumlah pengeluaran kebutuhan hidup layak (KHL). Sepanjang tahun 2021-2022, nilai KHL selalu lebih tinggi dari upah minimum kabupaten/kota di DIY," kata dia.
Baca juga: Dinkes DIY Minta Rumah Sakit Rujukan Data Kebutuhan Obat Gagal Ginjal Akut
Menurutnya semakin murah upah minimum di suatu kabupaten, semakin tinggi tingkat kemiskinan di kabupaten tersebut.
"Sebagai contoh: sepanjang 2019-2021, UMK Gunungkidul merupakan yang terendah di DIY, dan pada saat itu pula tingkat kemiskinan Gunungkidul merupakan yang tertinggi di antara kabupaten/kota lainnya," katanya.
Kondisi ini menurut dia penetapan upah menjadi yang penting dalam program strategua pengentasan kemiskinan, upah minimum memberikan dampak terhadap tingkat kemiskinan melalui peningkatan rata-rata upah, di mana tingkat kemiskinan