Brigjen Katamso kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi berdasarkan Keputusan Presiden RI No.118/KOTI/Tahun 1965 tanggal 19 Oktober 1965..
Selain itu meski pangkat terakhirnya sebelum gugut adalah Kolonel Inf., namun karena gugur dalam tugas maka Katamso diberikan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) menjadi Brigadir Jenderal TNI Anumerta.
Katamso memulai karir militernya dengan mengikuti pendidikan PETA (Pembela Tanah Air), yaitu kesatuan militer bentukan Jepang.
Setahun kemudian, Katamso diangkat menjadi Shodanco atau prajurit dari masyarakat yang pernah sekolah tingkat menengah pertama.
Setelah Indonesia merdeka, Katamso tergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan diberi tugas sebagai komandan kompi atau kapten di Klaten.
Badan Keamanan Rakyat (BKR) kemudian berubah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945.
Setelahnya, terjadi agresi militer Belanda di mana pasukan yang dipimpinnya sering bertempur untuk mengusir Belanda dari Indonesia.
Sesudah pengakuan kedaulatan, Katamso diserahi tugas untuk menumpas pemberontakan Batalyon 426 di Jawa Tengah.
Pada 1957, Katamso kembali mengikuti pendidikan Seskoad (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat) di Bandung.
Selesai pendidikan pada tahun 1958, Katamso dipercaya untuk menjabat sebagai Komandan Batalyon "A” Komando Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani dan terlibat dalam usaha memadamkan pemberontakan PRRI/Permesta.
Setelah operasi itu selesai, Katamso kembali diangkat menjadi Asisten Operasi Resimen Tim Pertempuran II Diponegoro di Bukittinggi.
Tahun 1959, ia diangkat menjadi Letnan Kolonel dan di tahun yang sama, Katamso jua diangkat menjadi Kepala Staf Resimen Riau Daratan Kodam III/17 Agustus.
Katamso juga sempat menjabat sebagai Kepala Staf Resimen Team Tempur I (Tegas) di Riau.
Sebelum gugur, jabatan terakhir Kolonel Katamso adalah sebagai Komandan Korem 072 Kodam VII/Diponegoro yang berkedudukan di Yogyakarta.
Sumber:
ditsmp.kemdikbud.go.id
dpad.jogjaprov.go.id
kompas.com