Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oon Nusihono Terduga Penyuap Mantan Wali Kota Yogyakarta Tak Ajukan Eksepsi

Kompas.com, 22 Agustus 2022, 23:49 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Vice President PT Summarecon Tbk Oon Nusihono tidak akan mengajukan eksepsi dalam sidang suap kasus apartemen Royal Kedhaton.

Kuasa Hukum Oon Nusihono Maqdir Ismail mengatakan, langkahnya tidak akan mengajukan eksepsi atas tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertujuan agar proses sidang dapat lebih cepat.

"Supaya kita mempercepat persidangan saja. Kami ingin supaya perkara ini bisa selesai dengan segera sehingga bisa dipastikan ya siap apa putusannya nanti. Itu saja sih yang menjadi pokok," katanya saat ditemui seusai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Senin (22/8/2022).

Baca juga: Oon Nusihono Suap Mantan Wali Kota Yogyakarta dengan Uang, Mobil, dan Sepeda

Maqdir menjelaskan eksepsi tidak berbicara pokok perkara, oleh sebab itu pihaknya tidak menempuh langkah eksepsi. Pihaknya ingin segera pada pemeriksaan pokok perkara.

"Bagaimana pun juga kan eksepsi itu kan tidak juga kita bisa bicara dengan pokok perkara. Sehingga, oleh karena itulah kami pikirkan kenapa tidak kita tidak usah eksepsi tapi segera kita selesaikan perkara ini dengan memeriksa pokok perkaranya," ucap dia.

Maqdir menjelaskan, dalam kasus ini terdapat beberapa pokok penting seperti kliennya yakni Oon Nusihono tidak pernah meminta izin kepada seseorang mengenai pemberin uang.

Hal itu karena Oon memiliki otoritas sendiri.

"Ini yang dia inginkan, ingin sampaikan bahwa supaya tidak terjadi salah sangka, ada salah duga dalam pernyataan-pernyataan yang tidak tepat," ucap dia.

Baca juga: Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Terungkap Minta Hadiah Ulang Tahun Ke-55 dan Dapat Sepeda Rp 80 Juta

Dengan tidak diajukannya eksepsi maka sidang akan berlanjut pada agenda berikutnya yakni pada Senin (29/8/2022), dengan agenda pembuktian.

JPU KPK Rudi Dwi Prastyono menyampaikan pada agenda tadi baru berupa dakwaan. Kemudian penasehat hukum tidak minta keberatan, maka akan dilanjutkan pada agenda berikutnya yakni pemeriksaan saksi di Minggu depan.

Namun, hingga saat ini PJU belum menentukan siapa yang akan menjadi saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan agenda berikutnya.

"Nah itu di hari senin itu entah siapa saksi yang kita hadirkan, kalau di berkas untuk perkara ini 63 orang," katanya.

Dineritakan sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta menggelar sidang perdana dugaan kasus korupsi pembangunan apartemen Royal Kedhaton pada hari Senin (22/8/2022).

Agenda sidang pertama ini adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sidang kali ini menghadirkan satu terdakwa yakni Oon Nusihono selaku Vice President PT Summarecon tbk secara virtual dan didampingi oleh tim kuasa hukumnya. Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Djauhar Setiadi.

Dalam sidang ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rudi Dwi Prasetyono mengungkapkan pada dugaan kasus korupsi ini terdakwa yakni Oon Nusihono memberikan beberapa barang dan uang kepada mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

"Terdakwa memberikan uang sebesar USD 20.450 (dua puluh ribu empat ratus lima puluh dolar Amerika Serikat). Rp 20 000.000 (dua puluh juta rupiah) atau sekitar jumlah itu, 1 unit Mobil Volkswagen Scirocco 2000 cc warna hitam tahun 2010 dan satu sepeda elektrik merk Specialized," katanya di PN Yogyakarta, Senin (22/8/2022).

Rudi menambahkan uang beserta mobil dan sepeda tersebut diserahkan secara langsung kepada mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti maupun tidak langsung, yaitu melalui perantara yang menjabat sebagai sekretaris pribadi sekaligus tangan kanan Haryadi yakni Triyanto Budi Yuwono.

Lanjut Rudi, selain memberikan uang dan barang terdakwa Oon Nusihono juga memberikan sejumlah uang sebanyak USD 6.808 kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan (DPMP) Kota Yogyakarta Nurwidihartana.

"Dengan maksud supaya Haryadi Suyuti melalui Nurwidihartana dan Triyanto Budi Yuwoni mempercepat dan mempermudah penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton atas nama PT. Java Orient Properti," jelasnya.

Menurut JPU, penerimaan uang dan barang ini bertentangan dengan kewajiban Haryadi sebagai penyelenggara negara untuk tidak melakukan tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau