Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu dari Siswi yang Dipaksa Pakai Jilbab Buka Suara: Kembalikan Anak Saya seperti Sedia Kala

Kompas.com, 4 Agustus 2022, 11:58 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ibu dari siswi yang dipaksa menggunakan jilbab di SMA Banguntapan 1 akhirnya buka suara.

Ibu berinisial HA meminta agar pihak sekolah mengembalikan keceriaan anaknya seperti dulu lagi.

HA menceritakan awal kejadian dugaan pemaksaan menggunakan jilbab kepada anaknya pada Selasa (26/7/2022).

"Anak saya menelepon, tanpa suara, hanya terdengar tangisan. Setelahnya baru terbaca WhatsApp, Mama aku mau pulang, aku enggak mau di sini," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima, Kamis (4/8/2022).

Baca juga: Temuan Ombudsman, Panduan Seragam Siswi SMAN 1 Banguntapan Semua Disertai Jilbab

Setelah itu ayahnya memberitahu bahwa sang anak berada di kamar mandi lebih dari satu jam. Mengetahui informasi itu, HA segera menyusul sang anak ke sekolahnya.

"Saya menemukan anak saya di Unit Kesehatan Sekolah dalam kondisi lemas. Dia hanya memeluk saya, tanpa berkata satu patah kata pun. Hanya air mata yang mewakili perasaannya," ungkapnya.

Awal sekolah anaknya pernah bercerita bahwa di sekolahnya “diwajibkan” pakai jilbab, baju lengan panjang, dan rok panjang. Lalu, anaknya memberikan penjelasan kepada guru dan wali kelas bahwa tidak bersedia menggunakan.

"Dia terus-menerus dipertanyakan, "Kenapa tidak mau pakai jilbab?" katanya.

Lebih lanjut, kata HA, dalam ruang Bimbingan Penyuluhan, seorang guru menaruh sepotong jilbab di kepala anaknya.

"Ini bukan 'tutorial jilbab' karena anak saya tak pernah minta diberi tutorial. Ini adalah pemaksaan," tegasnya.

"Saya seorang perempuan, yang kebetulan memakai jilbab, tapi saya menghargai keputusan dan prinsip anak saya. Saya berpendapat setiap perempuan berhak menentukan model pakaiannya sendiri," lanjut dia.

HA mengungkapkan, anaknya mengalami trauma dan harus mendapatkan pendampingan dari psikolog. Ia menginginkan pihak sekolah agar bisa mengembalikan anaknya seperti sedia kala.

"Saya ingin sekolah SMAN 1 Banguntapan, Pemerintah Yogyakarta, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertanggung jawab. Kembalikan anak saya seperti sediakala," ujar dia.

Bahkan, menurut HA, para guru menuduh putrinya memiliki masalah keluarga, padahal permasalahan ini bukanlah bersumber dari keluarga.

"Beberapa guru menuduh putri saya punya masalah keluarga. Ini bukan masalah keluarga. Banyak orang punya tantangan masing-masing. Guru-guru yang merundung mengancam anak saya, saya ingin bertanya, 'Punya masalah apa Anda di keluarga sampai anak saya jadi sasaran? Bersediakah bila kalian saya tanya balik seperti ini?'," pungkasnya.

Sebelumnya, SMA Banguntapan 1 membantah telah melakukan pemaksaan kepada siswa untuk menggunakan jilbab oleh guru Bimbingan Konseling (BK).

Baca juga: Disdikpora DIY Segera Minta Keterangan Orangtua Siswi yang Dipaksa Pakai Jilbab di SMA 1 Banguntapan

Kepala Sekolah SMA Banguntapan 1 Agung Istiyanto membantah bahwa pihaknya memaksa siswa untuk menggunakan jilbab.

Guru BK yang diduga melakukan pemaksaan hanya sebatas mengajarkan cara menggunakan jilbab.

"Pada intinya sekolah kami tidak seperti yang ada di pemberitaan sebab tidak mewajibkan yang namanya jilbab," katanya saat ditenui di Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (1/8/2022).

Agung menambahkan, guru BK yang diduga melakukan pemaksaan hanyalah sebatas memberikan tutorial bagaimana menggunakan jilbab kepada siswi dan guru BK sudah melakukan komunikasi dengan para siswi.

"Itu hanya tutorial, karena saat ditanya belum pernah pakai jilbab, lalu guru mengatakan gimana kalau kita tutorial, dijawab mengangguk (oleh siswi). Guru BK lalu mencari jilbab di ruangannya karena ada contohnya. Lalu, guru ngomong kalau kita contohkan gimana? Dijawab murid enggak papa dan siswanya mengangguk boleh," jelas Agung.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau