Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dark Web", Ribuan Konten Ponografi Anak Disebar di Grup Pedofil di Yogyakarta

Kompas.com, 16 Juli 2022, 12:32 WIB
Rachmawati

Editor

Video call seks anak-anak

Kasus ini berhasil terungkap pada tanggal 21 Juni 2022. Pelaku pertama berinsial FAS (27) yang ditangkap di Klaten.

Kasus tersebut berawal saat seorang Bhabinkamtibmas di sebuah desa di wilayah DIY yang menerima laporan dari guru sekolah dan orang tua siswa.

Saat itu guru dan orangtua melapor jika ada tiga anak yang dihubungi oleh seseorang yang tak dikenal.

Salah satu korban kaget dan menangis setelah dihubungi pelaku.

"Karena ketika dihubungi, anak perempuan berusia 10 tahun ini diajak (menjelaskan rinci) video call. Jadi handphone itu langsung dimatikan pembicaraannya, kemudian menghadap kepada orang tua," kata Direktur Reskrimsus Polda DIY , Kombes Pol Roberto G.M Pasaribu di Mapolda DIY, Senin (11/7/2022).

Baca juga: Polda DIY Ringkus Komplotan Pelaku Pencabulan Anak via Online, Mengaku Sebaya lalu Ajak VCS

Pelaku akhirnya dilacak dan petugas menangkap pelaku FAS di Klaten. 

Berdasarkan pengakuan FAS kepada pihak kepolisian, dia mendapatkan nomor WhatsApp para korban melalui grup Facebook yang kemudian berlanjut menjadi grup WA.

Anehnya, korban perbuatan FAS mengaku tidak pernah memiliki akun FB. Akan tetapi, nomor para calon korban telah tersebar di dalam grup tersebut dengan kalimat "anak yang bisa di VCS".

Modus operandi pelaku melakukan kejahatan cabul dengan bergabung dalam grup facebook yang kemudian berlanjut menjadi grup WhatsApp.

Mayoritas targetnya adalah anak-anak perempuan berusia 10 tahun.

Setelah nomor didapat, pelaku lalu melancarkan aksinya diawali dengan chatting dan mengaku sebagai teman sebaya atau kakak kelas.

Baca juga: Sosok RD, Guru Ngaji di Mojokerto yang Cabuli 3 Murid Laki-lakinya, Pernah Jadi Korban Pencabulan

"Anak-anak umur 10 tahun, mereka belum bisa mendapatkan pengetahuan yang cukup dan tidak didampingi oleh orang tua. Ini bisa menjadi calon-calon korban dari kejahatan-kejahatan itu," kata Roberto.

FAS sendiri diketahui sudah melakukan aksinya sejak bulan Mei lalu. Tersangka diketahui sudah tergabung dalam beberapa grup WhatsApp dan Facebook.

Nomor-nomor yang telah dipersiapkan targetnya adalah korban anak-anak.

Setelah mendapat target korbannya tersebut, tersangka lantas mengaku sebagai teman sebaya atau kakak kelas atau dikenal dengan istilah child grooming.

Baca juga: Guru Ngaji di Mojokerto Jadi Tersangka Pencabulan, Modusnya untuk Tes Akil Balig

Dijerat dengan banyak pasal

Para pelaku diancam dengan tiga pasal.

Selain Undang-undang ITE dan pornografi, mereka juga terancam dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Wakil Kajati DIY Rudi Margono mengatakan para pelaku kemungkinan akan dijerat dengan banyak pasa. Menururnya semakin banyak pasal yang disangkakan tentu akan semakin memberatkan.

"Prinsipnya semakin banyak pasal itu semakin memberatkan di hukum acaranya itu. Dalam perkara ini ada 3 pasal. Melihat topologi perbuatannya dia lebih ke kumulatif," kata Rudi.

Ia menjelaskan aksi pelaku dengan merekam konten itu saja sudah masuk dalam Undang-Undang ITE.

Baca juga: 12 Lembar Curhatan Korban Jadi Bukti Aksi Pencabulan Mantan Direktur PDAM Solo

Kemudian dengan mendistribusikan konten tersebut terkena Undang-Undang terkait Pornografi.

"Dan lagi di dalamnya ada kekerasan seksual, kekerasaan bukan hanya fisik tapi psikis. Pengaruhnya pada anak-anak itu," ujarnya.

Tiga pasal itu di antaranya dengan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Jo 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar dan menyangkut kesusilaan/ekploitasi seksual terhadap anak.

Selain itu juga, diancam dengan Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Baca juga: Jokowi Minta Ada Trauma Healing untuk Santri Korban Pencabulan di Jombang

Dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.

Lalu ditambah Pasal 14 Jo Pasal 4 Ayat (1) Huruf (I) Jo Pasal 4 Ayat (2) Huruf (E) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual).

Dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp200 juta.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Polda DIY Duga Ada Motif Ekonomi Terkait Ribuan Konten Pornografi yang Disebar Grup Pedofil

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau