Salin Artikel

"Dark Web", Ribuan Konten Ponografi Anak Disebar di Grup Pedofil di Yogyakarta

Diduga penyebaran konten pornogfrafi tersebut terkait dengan motif ekonomi. Dugaan itu muncul karena pelaku memanfaatkan sistem iklan melalui dark web.

Pelaku melakukan video call dengan korban yakni anak perempuan lalu korban diajak video call seks  dan direkam.

Dark web merupakan website gelap di dunia maya yang tak jarang dijadikan para pelaku kejahatan siber meraup keuntungan.

Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda DIY AKBP Roberto Pasaribu, pihaknya sedang mendalami kasus tersebut.

"Itu dark web mereka bertujuan untuk sharing konten-konten yang nanti akan mendapatkan melalui advertising yang ada di dark web tersebut. Ada beberapa modul yang digunakan dan kita tidak bisa sharing di sini karena akan menjadi belajar baru bagi pelaku, hanya bisa kita buka di pengadilan," kata Roberto, Jumat (15/7/2022).

Terkait kasus tersebut, polisi telah mengamankan tujuh pelaku yang berperan sebagai distributor konten pornografi satu korban.

Selain itu, polisi juga masih mendalami lebih jauh asal nomor ponsel anak-anak yang menjadi korban.

Menurutnya butuh waktu untuk menganalisa barang bukti di laboratorium digital forensik.

"Termasuk dengan bagaimana cara para pelaku mendapatkan konten berupa foto dan video itu. Kami masih melakukan proses pelacakan data digital sumber awal. Terutama nomor target korban anak ini bisa beredar. Masih kita lakukan pengangkatan data digital karena butuh waktu untuk proses penganalisaannya dan barang bukti masih ada di laboratorium digital forensik," paparnya.

Dari pengembangan polisi kembali menetapkan satu tersangka sehingga total pelaku yang diamankan adalah delapan orang.

Jumlah delapan pelaku itu ditangkap setelah mengerucutkan dua grup WhatsApp yang sangat aktif mengirimkan berbagai video dan gambar dengan objek korban anak-anak.

Para pelaku sendiri ditangkap di 6 provinsi. Mulai dari Klaten, Lampung, Semarang, Madiun, Karawang, Kalimantan Selatan serta Kalimantan Tengah.

Kasus tersebut berawal saat seorang Bhabinkamtibmas di sebuah desa di wilayah DIY yang menerima laporan dari guru sekolah dan orang tua siswa.

Saat itu guru dan orangtua melapor jika ada tiga anak yang dihubungi oleh seseorang yang tak dikenal.

Salah satu korban kaget dan menangis setelah dihubungi pelaku.

"Karena ketika dihubungi, anak perempuan berusia 10 tahun ini diajak (menjelaskan rinci) video call. Jadi handphone itu langsung dimatikan pembicaraannya, kemudian menghadap kepada orang tua," kata Direktur Reskrimsus Polda DIY , Kombes Pol Roberto G.M Pasaribu di Mapolda DIY, Senin (11/7/2022).

Pelaku akhirnya dilacak dan petugas menangkap pelaku FAS di Klaten. 

Berdasarkan pengakuan FAS kepada pihak kepolisian, dia mendapatkan nomor WhatsApp para korban melalui grup Facebook yang kemudian berlanjut menjadi grup WA.

Anehnya, korban perbuatan FAS mengaku tidak pernah memiliki akun FB. Akan tetapi, nomor para calon korban telah tersebar di dalam grup tersebut dengan kalimat "anak yang bisa di VCS".

Modus operandi pelaku melakukan kejahatan cabul dengan bergabung dalam grup facebook yang kemudian berlanjut menjadi grup WhatsApp.

Mayoritas targetnya adalah anak-anak perempuan berusia 10 tahun.

Setelah nomor didapat, pelaku lalu melancarkan aksinya diawali dengan chatting dan mengaku sebagai teman sebaya atau kakak kelas.

"Anak-anak umur 10 tahun, mereka belum bisa mendapatkan pengetahuan yang cukup dan tidak didampingi oleh orang tua. Ini bisa menjadi calon-calon korban dari kejahatan-kejahatan itu," kata Roberto.

FAS sendiri diketahui sudah melakukan aksinya sejak bulan Mei lalu. Tersangka diketahui sudah tergabung dalam beberapa grup WhatsApp dan Facebook.

Nomor-nomor yang telah dipersiapkan targetnya adalah korban anak-anak.

Setelah mendapat target korbannya tersebut, tersangka lantas mengaku sebagai teman sebaya atau kakak kelas atau dikenal dengan istilah child grooming.

Dijerat dengan banyak pasal

Para pelaku diancam dengan tiga pasal.

Selain Undang-undang ITE dan pornografi, mereka juga terancam dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Wakil Kajati DIY Rudi Margono mengatakan para pelaku kemungkinan akan dijerat dengan banyak pasa. Menururnya semakin banyak pasal yang disangkakan tentu akan semakin memberatkan.

"Prinsipnya semakin banyak pasal itu semakin memberatkan di hukum acaranya itu. Dalam perkara ini ada 3 pasal. Melihat topologi perbuatannya dia lebih ke kumulatif," kata Rudi.

Ia menjelaskan aksi pelaku dengan merekam konten itu saja sudah masuk dalam Undang-Undang ITE.

Kemudian dengan mendistribusikan konten tersebut terkena Undang-Undang terkait Pornografi.

"Dan lagi di dalamnya ada kekerasan seksual, kekerasaan bukan hanya fisik tapi psikis. Pengaruhnya pada anak-anak itu," ujarnya.

Tiga pasal itu di antaranya dengan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Jo 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar dan menyangkut kesusilaan/ekploitasi seksual terhadap anak.

Selain itu juga, diancam dengan Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.

Lalu ditambah Pasal 14 Jo Pasal 4 Ayat (1) Huruf (I) Jo Pasal 4 Ayat (2) Huruf (E) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual).

Dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp200 juta.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Polda DIY Duga Ada Motif Ekonomi Terkait Ribuan Konten Pornografi yang Disebar Grup Pedofil

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/07/16/123200978/-dark-web-ribuan-konten-ponografi-anak-disebar-di-grup-pedofil-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke