Soal pendidikan anak, dirinya tak khawatir karena saat ini di sekolah anaknya SMKN 1 Kasihan, sudah mengikuti pendidikan sesuai kepercayaan yang dianut.
Sementara untuk 2 orang anaknya yang saat ini duduk di bangku SD kelas 1 dan 3 masih mengikuti pelajaran agama yang lain.
Namun demikian, Sarjiyana tidak mempermasalahkan karena di rumah dirinya tetap mengajarkan kepercayaan yang sudah dipegang teguhnya selama ini.
Sarjiyana mengaku awalnya dirinya sempat mengisi kolom agama dengan agama yang diakui negara pada kala itu, meski dirinya tak ingat tahun berapa.
Lalu, ia mengisi kosong kolom agama dan akhirnya bisa mengisi kolom kepercayaan beberapa tahun lalu.
"Akhirnya plong ini perjuangan kami untuk diakui negara," kata dia.
Baca juga: Ditjen Kebudayaan: Penghayat Kepercayaan Jadi Pelestari Budaya Spiritual Borobudur
Meski kepercayaannya akhirnya diakui negara, dia mengatakan tidak ada warga yang menganggapnya 'berbeda' dengan yang lain.
Dirinya pun merasa tak berbeda dan membaur bersama warga lainnya mulai dari gotong royong hingga membangun rumah ibadah warga sehingga rasa 'berbeda' itu sudah tidak ada.
"Sambatan dan yang lainnya saya selalu ikut. Jadi sudah tidak ada perbedaan dengan yang lain. Warga di sini baik semua, memperlakukan sama seperti warga lainnya," kata dia.
Sartini pun mengatakan yang sama, tak ada perbedaan perlakuan di masyarakat, mereka hidup berdampingan dengan warga lainnya.
"Saya ya biasa saja, tidak ada perlakuan yang berbeda di masyarakat meski mereka tahu kepercayaan saya berbeda," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.