KOMPAS.com - Rencana pemerintah memberlakukan tarif menaiki struktur Candi Borobudur bagi wisatawan domestik sebesar Rp 750.000, menuai kritik dari sejumlah kalangan.
Apalagi Balai Konservasi Borobudur tidak dilibatkan dalam rencana tersebut.
Baca juga: Candi Borobudur: Harga Tiket, Jam Buka, Rute, dan Sejarah
Dari perspektif perlindungan terhadap cagar budaya, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Sri Margana, sepakat bahwa "membatasi kunjungan untuk preservasi heritage yang sudah ribuan tahun umurnya itu baik".
Baca juga: Ini Klarifikasi Pengelola Candi Borobudur soal Tiket Masuk Rp 750.000
Pembatasan pengunjung juga perlu karena menurutnya, setiap tahun jumlah wisatawan di Borobudur semakin berjubel di area yang terbatas sehingga pengunjung tidak bisa menikmati kunjungannya dengan nyaman.
Baca juga: Bukan Tiket Masuk Candi Borobudur, Ini Harga yang Naik Jadi Rp 750.000
Akan tetapi, dia tidak sepakat dengan rencana kenaikan harga tiket bagi wisatawan domestik hingga mencapai Rp750.000.
"Membatasi kunjungan dengan cara menaikkan tiket secara ugal-ugalan itu juga akal-akalan saja, mau melindungi obyeknya tetapi tidak mau berkurang penghasilannya," kata pria yang berfokus pada bidang ilmu sejarah dan arkeologi tersebut, dikutip dari BBC Indonesia, edisi 5 Juni 2022.
Ada dua solusi yang dia tawarkan untuk membatasi kunjungan, alih-alih menaikkan harga tiket hingga ratusan ribu rupiah.
"Masih ada cara yang lebih bijak, yaitu dengan membatasi kuota kunjungan, khususnya bagi para pengunjung rombongan dengan melakukan reservasi lebih dulu," ujar dia.
"Atau mengatur aliran pengunjung sedemikian rupa sehingga tidak merusak heritage. Misalnya membedakan tiket bagi mereka yang ingin naik ke candi atau hanya berkeliling di sekitar candi," paparnya.
Kepala Balai Konservasi Borobudur, Wiwit Kasiyati, mengaku pihaknya tidak dilibatkan dalam rencana harga baru tiket naik Candi Borobudur.
"Saya tidak tahu sebenarnya apakah kajiannya sudah ada atau belum. Mestinya ada pembicaraan. Hitungannya bagaimana, kajiannya bagaimana, kami tidak tahu. Kami tidak dilibatkan. Cuma kami menyampaikan dengan adanya pemandu dan sandal [di candi] tentu harganya beda. Tapi harganya naik segitu banyaknya kami tidak tahu," kata Wiwit.
Lepas dari rencana tarif Rp 750.000 untuk wisatawan lokal, Wiwit menekankan bahwa pihaknya ingin meninggalkan konsep turisme massal dan menyasar pariwisata yang berkualitas.
"Itu sudah ibaratnya harus segera dilakukan, harga mati itu. Kalau kita tidak segera lakukan, kerusakan akan semakin meningkat," tegasnya dalam wawancara dengan wartawan Hilman Hamdoni yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
"Ada pengunjung yang meninggalkan vandalisme atau sampah atau makanan yang terbawa. Ada juga permen karet. Ada relief teratai di bawah yang aus karena diinjak-injak pengunjung yang ingin merogoh stupa," katanya lagi.
Balai Konservasi Borobudur sendiri telah melakukan kajian mengenai daya dukung fisik atau physical carrying capacity Candi Borobudur.